Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
—Seperti, tertipu oleh ribuan sinar yang disorotkan oleh<br />
matahari,<br />
yang menghiasi langit dengan siraman cahaya.<br />
Setelah syair dan ungkapan kebahagiaan yang baru saja<br />
diucapkannya, ia menemui Sang Bhagawan dan memberikan<br />
penghormatan kepada Beliau. Thera Sāriputta yang datang<br />
setelahnya, memberikan penghormatan kepada Sang Guru, dan<br />
pergi bersama teman satu ruangannya.<br />
Saat para bhikkhu mendengar kabar ini, [184] mereka<br />
semua berkumpul di Balai Kebenaran, duduk sambil memuji<br />
kebajikan Yang Maha Bijaksana, mereka berkata, “Awuso,<br />
karena tidak mengetahui isi hati dan pikiran manusia, Thera<br />
Sāriputta tidak mengetahui kecenderungan sifat teman satu<br />
ruangannya. Namun Sang Guru mengetahuinya. Hanya dalam<br />
waktu satu hari, Beliau mampu mengarahkan bhikkhu itu<br />
mencapai tingkat kesucian Arahat, sekaligus mencapai<br />
pengetahuan sempurna. Oh, betapa luar biasanya kemampuan<br />
yang mengagumkan dari seorang Buddha!”<br />
Sang Guru memasuki balai tersebut dan duduk di tempat<br />
yang telah disediakan untuknya, bertanya, “Apa topik<br />
pembicaraan pertemuan ini, para Bhikkhu?”<br />
“Tidak ada yang lain, Bhante, selain bahwa Engkau<br />
memiliki pemahaman tentang isi hati dan dapat membaca pikiran<br />
dari bhikkhu yang tinggal bersama sang Panglima Dhamma.”<br />
“Hal ini bukan sesuatu yang mengagumkan, para<br />
Bhikkhu. Sebagai seorang Buddha, memang sudah seharusnya<br />
saya mengetahui kecenderungan sifat bhikkhu itu. Di kehidupan<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
yang lampau saya juga mengetahui hal itu dengan baik.” Setelah<br />
mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah<br />
kelahiran lampau ini.<br />
____________________<br />
Sekali waktu, Brahmadatta memerintah di Benares. Saat<br />
itu, Bodhisatta terlahir sebagai penasihat raja dalam urusan<br />
pemerintahan dan spiritual.<br />
Suatu ketika, para penduduk memandikan seekor kuda<br />
liar di tempat pemandian kuda kerajaan. Saat tukang kuda<br />
membawa kuda kerajaan mandi di tempat pemandian tersebut,<br />
kuda itu merasa terhina sehingga ia menolak untuk mandi di<br />
tempat itu. Maka tukang kuda menghadap raja dan berkata,<br />
“Paduka, kuda kerajaan menolak untuk mandi.”<br />
Raja meminta Bodhisatta menghadap dan berkata<br />
padanya, “Pergilah, wahai Yang bijak, dan temukan penyebab<br />
mengapa hewan tersebut tidak mau masuk ke dalam air saat<br />
tukang kuda membawanya ke tempat pemandian.” “Baik,<br />
Paduka,” jawab Bodhisatta. Ia segera pergi ke sisi perairan itu.<br />
Setibanya di sana, ia memeriksa kuda tersebut, menemukan<br />
bahwa kuda itu tidak mempunyai luka di bagian manapun dari<br />
tubuhnya. Ia mencoba memprediksikan penyebabnya, akhirnya<br />
ia mengambil kesimpulan bahwa ada kuda lain yang telah mandi<br />
di tempat tersebut, sehingga kuda kerajaan merasa terhina dan<br />
tidak mau masuk ke dalam air. Ia bertanya kepada tukang kuda<br />
itu hewan apa yang telah mereka mandikan di sana sebelum ini.<br />
“Seekor kuda lain, Tuanku, — seekor hewan yang biasa-biasa<br />
saja.” “Ah, karena rasa cinta kepada dirinya sendiri, ia merasa<br />
tersinggung sehingga tidak mau masuk ke dalam air,” kata<br />
149<br />
150