Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
bagaimana buruknya seorang wanita. Maka ia berkata kepada<br />
anak muda tersebut hal itu bukan masalah, ia akan mengajari<br />
naskah tersebut dalam bentuk pertanyaan. “Mulai hari ini,”<br />
katanya, “engkau harus menggantikan tugasku berkenaan<br />
dengan ibuku. Dengan sepasang tanganmu, mandikan, beri<br />
makan dan jagalah dia. Saat engkau menggosok tangan, kaki,<br />
kepala dan punggungnya, berserulah dengan penuh perhatian,<br />
‘Ah, Nyonya, jika di usia setua ini saja engkau semenarik ini, apa<br />
yang tidak engkau miliki di masa jayamu sewaktu masih muda?’.<br />
Saat engkau mencuci dan memberi wewangian pada tangan dan<br />
kakinya, pujilah kecantikan anggota tubuhnya itu. Selanjutnya,<br />
sampaikan padaku, tanpa perlu merasa malu atau menyembunyikan<br />
setiap ucapan ibu saya yang ia sampaikan kepadamu.<br />
Patuhi aku dalam hal ini, maka engkau akan menguasai naskah<br />
kesedihan; jika melanggar perintah saya, engkau tidak akan<br />
pernah mengetahui isi naskah tersebut hingga selama-lamanya.”<br />
Patuh pada perintah gurunya, anak muda itu melakukan<br />
semua hal yang diminta untuk dilaksanakan olehnya, ia secara<br />
terus menerus memuji kecantikan wanita tua itu sehingga wanita<br />
tua itu berpikir anak muda itu telah jatuh cinta kepadanya;<br />
walaupun telah begitu buta dan jompo, nafsu indriawi berkobar di<br />
dalam dirinya [287]. Maka suatu hari ia menerobos masuk ke<br />
tempat anak muda itu dan bertanya padanya, “Apakah engkau<br />
menyukaiku?” “Benar, Nyonya,” jawab anak muda itu, “Namun<br />
guruku orang yang sangat tegas.” “Jika engkau menyukaiku,”<br />
katanya, “bunuhlah anakku!” “Bagaimana saya bisa, setelah<br />
belajar begitu banyak hal darinya, — bagaimana bisa demi nafsu<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
indriawi, saya membunuh guru saya?” “Kalau begitu, jika engkau<br />
akan setia pada saya, saya yang akan membunuhnya sendiri.”<br />
(Begitu penuh nafsu, keji dan hinanya seorang wanita,<br />
yang menyerah di bawah kendali nafsu indriawi, seorang wanita<br />
tua yang buruk rupa dan hati, seorang wanita setua dia, haus<br />
akan darah seorang anak yang begitu patuh kepadanya!)<br />
Brahmana muda tersebut menceritakan semua kejadian<br />
itu kepada Bodhisatta, yang memerintahkannya untuk menyampaikan<br />
hal tersebut kepadanya. Bodhisatta mengamati masih<br />
berapa lama lagi ibunya dapat hidup. Melihat bahwa sudah takdir<br />
ibunya untuk meninggal dalam waktu yang dekat, ia berkata,<br />
“Ayo, Brahmana muda; Saya akan memberikan ujian baginya.” Ia<br />
menebang sebatang pohon ara dan membentuk sebuah sosok<br />
yang mirip dengan dirinya dengan menggunakan kayu tersebut.<br />
Kemudian ia membungkus kayu itu, kepala dan semuanya,<br />
dalam sebuah jubah dan membaringkan kayu tersebut di<br />
ranjangnya sendiri, — dengan seutas tali yang ia ikatkan pada<br />
kayu tersebut. “Sekarang pergilah untuk menemui ibu saya<br />
dengan membawa sebuah kapak,” katanya, “dan berikan benang<br />
ini padanya untuk membimbing langkahnya.”<br />
Pergilah anak muda tersebut menemui wanita tua itu dan<br />
berkata, “Nyonya, guru sedang berbaring di kamar tidurnya; saya<br />
telah mengikat seutas benang sebagai petunjuk untuk<br />
membantumu; Ambil kapak ini dan bunuh dia jika engkau bisa.”<br />
“Kamu tidak akan meninggalkan saya, bukan?” tanya wanita tua<br />
itu. “Mengapa saya akan melakukannya?” jawab anak muda<br />
tersebut. Wanita tua tersebut mengambil kapak itu, kemudian<br />
bergerak dengan anggota tubuh yang gemetaran, mencari arah<br />
339<br />
340