Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
tentang pencapaian yang telah mereka menangkan, dan secara<br />
berangsur-angsur akhirnya tiba di Jetawana. Setelah meletakkan<br />
patta dan jubah (luar), mereka mengunjungi upajjhaya dan<br />
acariya mereka. Karena sangat ingin menjumpai Bhagawan,<br />
mereka menemui beliau dan dengan penuh hormat, mengambil<br />
tempat duduk. Sang Guru menyapa mereka dengan ramah.<br />
Kemudian mereka menyampaikan kepada Bhagawan tentang<br />
pencapaian yang telah mereka menangkan, dan mendapat<br />
pujian dari beliau. Mendengar Sang Guru memuji mereka, Tissa<br />
Thera, Putra Tuan Tanah, dipenuhi dengan keinginan untuk<br />
menjalani kehidupan sebagai petapa seorang diri saja.<br />
Demikianlah, para bhikkhu itu memohon dan menerima izin dari<br />
Sang Guru untuk kembali menetap di tempat semula di dalam<br />
hutan. Dengan penuh hormat mereka kembali ke bilik mereka.<br />
Kemudian Tissa Thera, Putra Tuan Tanah, pada malam<br />
itu terpacu oleh keinginan yang sangat kuat untuk segera<br />
memulai kehidupan yang keras. Sementara itu, berlatih dengan<br />
semangat yang berlebihan cara hidup seorang petapa dan tidur<br />
dengan posisi tubuh tegak di pinggir tempat tidur papannya. Saat<br />
tengah malam, ia tertidur dan jatuh dari tempat tidur, sehingga<br />
tulang pahanya patah. Ia menderita kesakitan hebat, sehingga<br />
para bhikkhu lainnya harus merawatnya dan tertunda<br />
keberangkatan mereka.<br />
Karenanya, sewaktu mereka muncul pada saat<br />
mengunjungi Buddha Yang Mahamulia, beliau bertanya kepada<br />
mereka bukankah kemarin mereka telah meminta izin untuk<br />
berangkat pada keesokan harinya.<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
“Benar, Bhante; tetapi teman kami, Tissa Thera, Putra<br />
Tuan Tanah, saat berlatih cara hidup seorang petapa dengan<br />
semangat yang berlebihan, tertidur dan jatuh dari tempat tidur,<br />
sehingga tulang pahanya patah. Karena itulah keberangkatan<br />
kami tertunda.” “Ini bukan pertama kalinya, para Bhikkhu,” kata<br />
Sang Guru, “penyerahan dirinya menyebabkannya berupaya<br />
kembali dengan semangat yang berlebihan, sehingga menunda<br />
keberangkatan kalian; ia juga menunda keberangkatan kalian<br />
pada kehidupan yang lampau.” Setelah itu, atas permintaan<br />
mereka, beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.<br />
____________________<br />
Pada suatu ketika di Takkasilā, di kerajaan Gandhāra,<br />
Bodhisatta adalah seorang guru yang sangat terkenal, dengan<br />
lima ratus orang brahmana muda sebagai muridnya. Suatu hari,<br />
murid-muridnya pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar<br />
untuk guru mereka, dan menyibukkan diri memungut rantingranting.<br />
Di antara mereka, ada satu orang pemalas yang tiba di<br />
sebuah pohon hutan yang besar, yang ia anggap telah kering<br />
dan busuk. Ia berpikir bahwa ia bisa tidur siang dengan tenang<br />
sejenak, dan setelah itu baru memanjat [318] dan mematahkan<br />
beberapa cabang pohon untuk dibawa pulang. Karena itu, ia<br />
membentangkan jubah luarnya dan tidur; mendengkur dengan<br />
kerasnya. Semua brahmana muda lainnya sedang dalam<br />
perjalanan pulang dengan membawa kayu yang diikatkan<br />
menjadi satu, dan menemukan tukang tidur itu. Setelah<br />
menyepak punggungnya hingga ia bangun, mereka<br />
meninggalkannya dan meneruskan perjalanan mereka. Ia<br />
395<br />
396