22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

namun Jīvaka pasti akan memuji Yang Tercerahkan Sempurna;<br />

dan raja bersama Jīvaka akan pergi menemui Sang Buddha.<br />

Maka ia meledak dalam lima pujian terhadap malam dengan<br />

berkata, “Betapa terangnya malam tanpa awan ini! Betapa<br />

indahnya! Betapa menariknya! Betapa menggembirakannya!<br />

Betapa eloknya! Siapa guru atau brahmana yang harus kita cari<br />

yang mampu memberikan kedamaian pada diri kita?”<br />

Satu menteri merekomendasikan Pūraṇa Kassapa, yang<br />

lain menunjuk Makkhali Gosāla, sementara yang lainnya lagi<br />

menyatakan Ajita Kesakambala, Kakudha Kaccāyana, Sañjaya<br />

Belaṭṭhiputta atau Nigaṇṭha Nāthaputta. Semua nama ini<br />

didengarkan dalam kebisuan oleh raja, menunggu Perdana<br />

Menterinya, Jīvaka, berbicara. Namun Jīvaka, menduga bahwa<br />

tujuan utama raja adalah untuk membuatnya berbicara, tetap<br />

diam untuk memastikan hal tersebut. Akhirnya raja berkata,<br />

“Jīvaka yang baik, mengapa engkau tidak berkata apa-apa?”<br />

Mendengar perkataan tersebut, Jīvaka bangkit dari tempat<br />

duduknya, merangkupkan tangan dengan penuh pemujaan<br />

terhadap Sang Buddha, berseru, “Paduka, di sana, di hutan<br />

mangga saya, tinggallah Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna,<br />

bersama seribu tiga ratus lima puluh orang bhikkhu. Ini adalah<br />

kemashyuran tertinggi yang timbul berkenaan dengan Beliau.”<br />

Dan ia melanjutkan untuk menyatakan sembilan gelar<br />

kehormatan yang mewakili-Nya, dimulai dengan ‘Yang Patut<br />

Dimuliakan 231 ’. Ketika ia telah menunjukkan lebih jauh<br />

bagaimana sejak kelahiran hingga seterusnya, kekuatan Sang<br />

Buddha telah melampaui semua pertanda dan harapan<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

sebelumnya. Jīvaka berkata, “Kepada Beliau, Sang Bhagawan,<br />

raja seharusnya pergi untuk mendengarkan kebenaran dan<br />

mengajukan pertanyaan.”<br />

Setelah tujuannya tercapai, raja meminta Jīvaka untuk<br />

mempersiapkan gajah dan pergi dalam kebesaran kerajaan<br />

menuju Hutan Mangga Jīvaka, dimana ia melihat dalam Kamar<br />

Harum-Nya, Sang Buddha berada di antara para bhikkhu dalam<br />

keadaan hening, seperti lautan di saat tenang sempurna. Melihat<br />

ke arah yang mampu ia lihat, mata raja hanya dapat melihat<br />

barisan bhikkhu tanpa akhir, melampaui jumlah pengikut<br />

manapun yang pernah ia lihat. Senang melihat kelakuan para<br />

bhikkhu, raja membungkuk dengan penuh hormat, dan<br />

mengucapkan pujian. Kemudian ia memberikan penghormatan<br />

kepada Sang Guru, mengambil tempat duduk dan bertanya pada<br />

Beliau, ‘Apa hasil dari kehidupan petapa?’. Dan Sang Bhagawan<br />

menjelaskan dengan terperinci mengenai Sāmaññaphala Sutta<br />

dalam dua bagian 232 . Merasa gembira, raja merasakan<br />

kedamaian bersama Sang Buddha, saat Sutta tersebut berakhir,<br />

ia bangkit dan berpamitan dengan penuh hormat. Segera setelah<br />

ia pergi, Sang Guru berkata kepada para bhikkhu, “Para Bhikkhu,<br />

raja ini telah tumbang; [510] jika raja ini tidak membunuh karena<br />

hasratnya untuk menguasai kerajaan yang dijalankan dengan<br />

penuh keadilan oleh ayahnya, ia telah mencapai tingkat kesucian<br />

Arahat, pandangan yang jernih pada kebenaran, sebelum ia<br />

bangkit dari tempat duduknya. Namun atas kesalahannya<br />

memberi dukungan kepada Devadatta, ia bahkan telah<br />

kehilangan (kesempatan untuk) tingkat kesucian Sotāpanna.”<br />

231<br />

Lihat <strong>Vol</strong>. I dari Digha Nikāya untuk daftar tersebut.<br />

731<br />

232<br />

Dalam Digha Nikāya tidak ada pembagian sutta ini menjadi dua bhāṇavara atau bagian.<br />

732

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!