22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

melalui benang tersebut, hingga ia merasa ia telah menyentuh<br />

anaknya. Kemudian ia melihat sebentuk kepala, dan — berpikir<br />

untuk membunuh anaknya dengan satu serangan saja — ia<br />

menjatuhkan kapak tersebut tepat di kerongkongan sosok<br />

tersebut. — Dari suara gedebuk itu, ia tahu bahwa potongan itu<br />

adalah kayu! “Apa yang sedang engkau lakukan, Bu?” tanya<br />

Bodhisatta. Diiringi pekikan karena telah dikhianati, wanita itu<br />

jatuh dan meninggal dunia. Menurut kisah yang disampaikan<br />

secara turun temurun, sudah merupakan takdir wanita itu bahwa<br />

ia akan meninggal dalam waktu dekat, dan di bawah atap<br />

rumahnya sendiri.<br />

Melihat ibunya telah meninggal, anaknya membakar<br />

jasadnya, dan ketika api dari tumpukan itu telah padam, ia<br />

memberikan penghormatan dengan menggunakan bunga-bunga.<br />

Bodhisatta dan brahmana muda itu duduk di ambang pintu<br />

gubuknya, ia berkata, “Anakku, tidak ada yang namanya ‘Naskah<br />

Kesedihan’. [288] Wanita merupakan perwujudan dari keburukan<br />

moral. Ketika ibumu mengirim engkau kembali kepadaku untuk<br />

mempelajari Naskah Kesedihan, tujuan ibumu yang sebenarnya<br />

adalah agar engkau belajar tentang keburukan wanita. Engkau<br />

telah melihat sendiri kejahatan ibu saya. Dari sana engkau bisa<br />

melihat betapa wanita itu dipenuhi nafsu dan juga keji.” Dengan<br />

uraian tersebut, ia mengirim anak muda itu kembali ke rumahnya.<br />

Setelah mengucapkan perpisahan kepada gurunya,<br />

brahmana muda itu kembali ke rumahnya untuk menemui orang<br />

tuanya. Ibunya bertanya kepadanya, “Apakah sekarang kamu<br />

telah menguasai Naskah Kesedihan?”<br />

“Sudah, Bu.”<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

“Dan apa,” tanya ibunya, “pilihan akhirmu? Apakah kamu<br />

akan meninggalkan keduniawian untuk memuja Raja Api, atau<br />

kamu akan memilih kehidupan berkeluarga?” “Tidak,” jawab<br />

brahmana muda itu; “Dengan mata kepalaku sendiri aku telah<br />

melihat keburukan seorang wanita; Saya tidak akan terlibat di<br />

dalamnya. Saya akan meninggalkan keduniawian.” Pendiriannya<br />

terlihat jelas dalam syair berikut ini : —<br />

Wanita itu tidak terkendali dalam nafsu indriawi, seperti<br />

api yang siap melahap (apa saja), tidak terkendali dalam<br />

kemarahan.<br />

Dengan meninggalkan nafsu indriawi, saya akan<br />

menghentikan kelemahan ini menemukan kedamaian<br />

dalam pertapaan.<br />

[289] Diiringi dengan celaan terhadap kaum wanita,<br />

brahmana muda itu meninggalkan orang tuanya, dan<br />

meninggalkan keduniawian untuk menjalani hidup sebagai<br />

seorang petapa. — Dimana ia mendapatkan kedamaian yang<br />

diinginkannya, ia yakin dirinya akan memasuki alam brahma<br />

setelah meninggal dunia nantinya.<br />

____________________<br />

“Engkau lihat, Bhikkhu,” kata Sang Guru, “bagaimana<br />

wanita itu penuh dengan nafsu indriawi, keji dan merupakan<br />

sumber kesengsaraan.” Setelah mengumumkan keburukan<br />

wanita, Beliau membabarkan Empat Kebenaran Mulia, pada<br />

akhir khotbah bhikkhu tersebut memenangkan phala dari tingkat<br />

kesucian Sotāpanna. Terakhir, Sang Guru mempertautkan dan<br />

341<br />

342

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!