22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

dalam Jātaka yang sama (di atas). Ini adalah akhir dari<br />

Amarādevī-Pañha 195 .<br />

No.113.<br />

SIGĀLA-JĀTAKA<br />

“Serigala mabuk itu,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana,<br />

mengenai Devadatta. Para bhikkhu berkumpul [425] di Balai<br />

Kebenaran dan bercerita tentang bagaimana Devadatta telah<br />

pergi ke Gayāsīsa bersama lima ratus orang pengikut, yang<br />

dituntunnya kepada ajaran yang salah dengan mengatakan<br />

bahwa Dhamma sebenarnya ada pada dirinya, “bukan pada<br />

Petapa Gotama”, dan bagaimana kebohongannya telah<br />

memecah belah Sanggha, serta bagaimana ia melaksanakan<br />

dua hari Uposatha dalam seminggu. Saat mereka duduk di sana<br />

membicarakan keburukan Devadatta, Sang Guru masuk ke<br />

dalam balai tersebut dan diberitahukan mengenai apa yang<br />

sedang mereka bicarakan. “Para Bhikkhu,” kata Beliau,<br />

“Devadatta adalah seorang pembohong besar di kehidupan yang<br />

lampau, sama seperti di kehidupan ini.” Setelah mengucapkan<br />

kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau<br />

berikut ini.<br />

195<br />

Amarā adalah istri Raja Mahosadha; bandingkan Milindapañha. Bodhisatta adalah<br />

Mahosadha, bandingkan Jātaka (Pali) I, hal.53.<br />

591<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

____________________<br />

Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,<br />

Bodhisatta terlahir sebagai seorang dewa pohon yang terdapat di<br />

sebuah pemakaman. Pada masa itu sebuah perayaan<br />

diumumkan di Benares, dan orang-orang memutuskan untuk<br />

memberikan persembahan kepada para yaksa. Maka mereka<br />

menyebarkan ikan dan daging di halaman-halaman rumah, di<br />

jalan-jalan dan tempat-tempat lainnya, serta menempatkan<br />

kendi-kendi yang berisi minuman keras. Di tengah malam, seekor<br />

serigala datang ke kota melalui selokan, dan menghibur diri<br />

dengan daging dan minuman keras itu. Merangkak ke dalam<br />

semak belukar, dengan cepat ia terlelap hingga fajar tiba.<br />

Bangun dan melihat hari telah pagi, ia tahu ia tidak bisa kembali<br />

dengan aman di waktu demikian. Maka ia berbaring tanpa suara<br />

di dekat pinggir jalan dimana ia tidak terlihat, sampai akhirnya ia<br />

melihat seorang brahmana (pengembara) yang sedang dalam<br />

perjalanan untuk mencuci muka di kolam. Serigala itu berpikir,<br />

“Para brahmana adalah orang yang serakah. Saya harus<br />

memanfaatkan keserakahannya untuk membuatnya<br />

mengeluarkan saya dari kota melalui kain pinggang di bawah<br />

jubah luarnya.” Maka, dengan suara manusia, ia berseru,<br />

“Brahmana.”<br />

“Siapa yang memanggil saya?” tanya brahmana<br />

tersebut, sambil memutar tubuhnya. “Saya, Brahmana.” “Ada<br />

apa?” “Saya mempunyai dua ratus keping emas, Brahmana; jika<br />

engkau bersedia menyembunyikan saya di kain pinggang di<br />

bawah jubah luarmu dan membawa saya keluar dari kota tanpa<br />

terlihat, engkau akan mendapatkan semua emas itu.”<br />

592

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!