22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

mereka kemudian memutuskan untuk menemukan siapa yang<br />

lebih tua di antara mereka dan memberikan penghormatan<br />

kepadanya.<br />

Saat mereka sedang sibuk memikirkan siapa yang lebih<br />

tua, satu ide terpikir oleh mereka. Burung ketitir dan kera<br />

bertanya kepada gajah saat mereka bertiga sedang duduk di<br />

bawah pohon beringin, “Wahai Gajah, berapa besar pohon<br />

beringin ini dalam ingatan pertamamu?” Gajah menjawab, “Saat<br />

saya masih kecil, beringin ini masih merupakan pohon muda,<br />

dulu saya bisa melangkahinya; saat berdiri di atasnya, puncak<br />

pohon ini hanya mencapai perut saya saja. Saya mengenal<br />

pohon ini sejak ia masih berupa pohon kecil.”<br />

Selanjutnya giliran kera yang mendapat pertanyaan yang<br />

sama dari kedua sahabatnya, dan ia menjawab, “Temantemanku,<br />

saat masih kecil, [219] saya hanya perlu menjulurkan<br />

leher saat duduk di tanah, dan saya bisa mendapatkan tunas<br />

yang tumbuh di bagian atas pohon ini. Jadi saya telah<br />

mengetahui pohon ini sejak ia masih sangat kecil.”<br />

Setelah itu giliran burung ketitir yang mendapatkan<br />

pertanyaan yang sama dari gajah dan kera, dan ia menjawab,<br />

“Teman-teman, pada waktu dulu, ada pohon beringin di tempat<br />

anu, saya makan bijinya dan buang kotoran di sini. Itulah asal<br />

pohon beringin ini, karena itu, saya telah mengetahui pohon ini<br />

sebelum ia tumbuh, dan saya lebih tua dari kalian berdua.”<br />

Saat itu, kera dan gajah berkata kepada ketitir yang<br />

bijaksana, “Teman, kamulah yang tertua di antara kita, karena<br />

itu, kamu layak untuk menerima penghormatan dan<br />

pemerolehan, pantas kami sembah dan hormati; kami akan<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

mengikuti nasihatmu. Untuk selanjutnya, kamu kami persilakan<br />

untuk memberikan nasihat yang kami butuhkan.”<br />

Sejak itu, ketitir memberikan nasihat kepada mereka,<br />

membuat mereka menjaga moralitas, seperti yang dijalankannya.<br />

Dengan menjaga moralitas, saling menghormati dan tidak<br />

memandang rendah di antara mereka sendiri, serta adanya tata<br />

tertib kehidupan yang layak dalam hidup mereka, mereka terlahir<br />

kembali di alam bahagia setelah meninggal.<br />

____________________<br />

“Perbuatan ketiga makhluk ini,” – lanjut Sang Bhagawan<br />

– “dikenal sebagai ‘Kehidupan suci burung ketitir’. Jika ketiga<br />

hewan ini, para Bhikkhu, dapat hidup bersama dengan penuh<br />

hormat dan tidak saling memandang rendah di antara mereka<br />

sendiri, bagaimana bisa kalian, yang memeluk keyakinan dengan<br />

peraturan yang mengajarkan tentang kebaikan, hidup tanpa rasa<br />

hormat dan memandang rendah orang lain? Mulai sekarang,<br />

saya tetapkan, para Bhikkhu, bahwa mereka yang lebih senior<br />

pantas mendapatkan rasa hormat, baik dalam kata-kata maupun<br />

perbuatan, salam dan semua pelayanan; mereka yang senior<br />

berhak (lebih dahulu) atas tempat tinggal, air minum, dan<br />

makanan (terbaik); tidak akan ada lagi senior yang ditinggalkan<br />

di luar oleh mereka yang lebih junior. Siapa pun yang<br />

meninggalkan seniornya di luar dinyatakan telah melakukan<br />

pelanggaran.”<br />

Pada akhir uraian tersebut, Sang Guru sebagai seorang<br />

Buddha, mengulangi syair berikut ini :<br />

213<br />

214

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!