Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
kemashyuran,” kata Bodhisatta, kemudian mengeluarkan suara<br />
pekikan yang keras saat terjun dalam pertempuran tersebut.<br />
Menerobos masuk ke perkemahan raja, ia menyeret raja tersebut<br />
keluar dan membawanya hidup-hidup ke Benares. Dalam<br />
kebahagiaan besar akan keberaniannya, raja memberikan tanda<br />
jasa kepadanya. Sejak itu, seluruh India dipenuhi oleh ketenaran<br />
dari Cūḷadhanuggaha. Ia memberikan hadiah kepada Bhīmasena<br />
dan memulangkannya ke rumahnya sendiri; sementara ia sendiri<br />
melanjutkan hidupnya dengan amal (berdana) dan melakukan<br />
semua kebajiikan lainnya. Setelah meninggal dunia, ia terlahir<br />
kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.<br />
____________________<br />
“Demikianlah, para Bhikkhu,” kata Sang Guru, “Ini bukan<br />
pertama kalinya bhikkhu tersebut menjadi seorang pembual; ia<br />
juga mempunyai prilaku yang sama di kehidupan yang lampau.”<br />
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan dan<br />
menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Bhikkhu<br />
pembual ini merupakan Bhīmasena di masa itu, dan Saya sendiri<br />
adalah Cūḷadhanuggaha yang bijak.”<br />
No.81<br />
SURĀPĀNA-JĀTAKA<br />
[360] “Kami minum,” dan seterusnya. Kisah ini<br />
diceritakan oleh Sang Guru berkenaan dengan Thera Sāgata,<br />
saat Beliau menetap di Taman Ghosita dekat Kosambī.<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Setelah menghabiskan musim hujan di Sawatthi, Sang<br />
Guru melanjutkan pindapata ke sebuah kota niaga yang bernama<br />
Bhaddavatikā, dimana para penggembala sapi, penggembala<br />
kambing, para petani dan para pengelana dengan penuh hormat<br />
meminta agar Beliau tidak pergi ke Perahu Mangga; “Karena,”<br />
kata mereka, “di Perahu Mangga, pada tempat pertapaan para<br />
petapa telanjang, tinggal seekor nāga (naga) beracun yang<br />
mematikan, yang dikenal sebagai Naga Perahu Mangga, yang<br />
dapat mencelakai Bhagawan.” Pura-pura tidak mendengar<br />
perkataan mereka, walaupun pemberitahuan itu telah mereka<br />
ulangi sebanyak tiga kali, Sang Bhagawan tetap meneruskan<br />
perjalanannya. Sementara Sang Bhagawan menetap di<br />
Bhaddavatikā dalam sebuah hutan tertentu, Thera Sāgata, yang<br />
melayani Sang Buddha, dengan kesaktian tertentu yang dapat<br />
dimiliki oleh seorang manusia, pergi ke tempat pertapaan<br />
tersebut, menimbun sebuah dipan dari dedaunan di tempat<br />
tinggal raja naga itu, dan duduk bersila di sana. Tidak mampu<br />
menyembunyikan sifat dasarnya yang jahat, naga tersebut<br />
menciptakan gumpalan asap yang besar, demikian juga dengan<br />
thera tersebut. Kemudian naga mengeluarkan kobaran api,<br />
demikian juga yang dilakukan thera tersebut. Namun, sementara<br />
kobaran api dari naga tidak bisa melukai sang thera, kobaran api<br />
yang diciptakan oleh thera tersebut telah melukai naga, maka<br />
dalam waktu yang singkat sang thera telah menaklukkan naga<br />
itu, dan menetapkan perlindungan dan sila kepadanya, setelah<br />
itu ia kembali kepada Sang Guru. Dan Sang Guru sendiri, setelah<br />
menetap selama yang ia inginkan di Bhaddavatikā, melanjutkan<br />
perjalanan ke Kosambī. Cerita mengenai naga yang diubah<br />
479<br />
480