22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

mengenai seorang bhikkhu yang menyesal. Saat ditanya oleh<br />

Sang Guru, ia mengakui tentang kelemahannya, menjelaskan<br />

bahwa ia merindukan istrinya di masa masih merupakan<br />

perumah tangga, “Karena, Bhante,” katanya, “ia begitu manis,<br />

saya tidak bisa hidup tanpanya.”<br />

“Bhikkhu,” kata Sang Guru, “ia berbahaya bagimu. Di<br />

kehidupan yang lampau ia merupakan penyebab engkau<br />

dipancang di kayu sula; karena meratapinya saat engkau<br />

meninggal maka engkau terlahir kembali di neraka. Mengapa<br />

sekarang engkau menginginkannya lagi?” Setelah mengucapkan<br />

kata-kata itu, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.<br />

___________________<br />

Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,<br />

Bodhisatta terlahir kembali sebagai dewa angin. Di Benares<br />

diselenggarakan perayaan malam Kattikā; kota dihiasi seperti<br />

sebuah kota dewa, dan semua orang libur. Di kota itu terdapat<br />

seorang lelaki miskin yang hanya mempunyai sepasang kain<br />

kasar yang telah ia cuci dan peras hingga kain-kain itu<br />

menyerupai seratus, tidak, seribu lipatan. Istrinya berkata<br />

kepadanya, “Suamiku, saya menginginkan sepotong kain dengan<br />

warna bunga kusumba 226 untuk dipakai di bagian luar dan satu<br />

lagi untuk dipakai di bagian dalam saat saya menghadiri<br />

perayaan itu dengan tanganku yang merangkul lehermu.”<br />

“Bagaimana orang miskin seperti kita bisa memperoleh<br />

bunga kusumba?” tanyanya. “Pakailah pakaian yang bagus dan<br />

bersih saja, dan ikutlah dalam perayaan.”<br />

226<br />

Kusumbha; Carthamus tinctorius, “Safflower”.<br />

713<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

“Jika saya tidak bisa mendapatkan mereka dicelup<br />

dengan bunga kusumba, saya tidak akan pergi sama sekali,”<br />

kata istrinya. “Cari wanita lain saja untuk pergi bersamamu ke<br />

perayaan itu.”<br />

“Mengapa engkau menyiksaku seperti ini? Bagaimana<br />

kita bisa mendapatkan bunga kusumba?”<br />

“Jika ada keinginan, pasti ada jalan,” jawab istrinya<br />

dengan ketus. “Bukankah ada bunga kusumba di taman raja?”<br />

[500] “Istriku,” katanya, “taman raja itu seperti kolam yang dihuni<br />

oleh raksasa. Tidak mungkin masuk ke dalam, dengan<br />

penjagaan yang begitu ketat. Lupakan khayalan itu, dan<br />

berpuashatilah dengan apa yang engkau miliki.”<br />

“Saat malam tiba dan telah gelap,” kata istrinya, “apa<br />

yang bisa menghentikan seorang lelaki untuk pergi ke tempat<br />

yang ia inginkan?”<br />

Sementara ia bersikeras dengan permohonannya itu,<br />

rasa cinta membuat suaminya menyerah dan berjanji bahwa<br />

istrinya akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan<br />

mengambil risiko kehilangan nyawanya sendiri, ia berjalan-jalan<br />

di kota saat malam tiba dan masuk ke dalam taman raja dengan<br />

merusak pagarnya. Suara yang ia timbulkan saat merusak pagar<br />

membangunkan para penjaga, yang segera keluar untuk<br />

menangkap pencuri. Dalam waktu singkat ia tertangkap , setelah<br />

memukul dan memakinya, mereka menempatkannya dalam<br />

kurungan. Paginya, ia dibawa ke hadapan raja, yang segera<br />

memerintahkan agar ia dipasung hidup-hidup. Ia diseret keluar,<br />

dengan kedua tangan terikat di punggungnya, dan dibawa keluar<br />

dari kota menuju tempat pelaksanaan hukuman diiringi bunyi<br />

714

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!