Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Pada akhir uraian ini, Sang Guru mengulangi bahwa<br />
kejayaan Sāriputta dan kekalahan Devadatta selalu terjadi<br />
bersamaan di kehidupan lampau, Beliau mempertautkan antara<br />
kedua kisah itu dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut<br />
dengan berkata, “Devadatta adalah Kāḷa di masa itu, para<br />
pengikutnya adalah pengikut Kāḷa; Sāriputta adalah Lakkhaṇa,<br />
para pengikutnya adalah pengikut Buddha, Ibunda Rāhula<br />
adalah ibu rusa di masa itu, dan Saya sendiri adalah sang ayah.”<br />
[Catatan : Lihat Dhammapada, hal.146, untuk syair di atas dan<br />
untuk melihat kisah pembuka yang sama dari Jātaka ini.]<br />
No.12.<br />
NIGRODHAMIGA-JĀTAKA<br />
“Tetaplah berada di dekat Rusa Beringin,” dan<br />
seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di<br />
Jetawana, tentang ibunda dari Thera Kassapa. Seperti yang<br />
diketahui, ia adalah putri dari seorang saudagar kaya di<br />
Rājagaha, ia sangat menjunjung kebaikan dan memandang<br />
rendah hal-hal yang bersifat duniawi; ia telah mencapai kelahiran<br />
terakhirnya, di dalam dirinya seperti nyala lampu dalam<br />
kegelapan, terpancar keyakinan untuk mencapai tingkat kesucian<br />
Arahat. Begitu memahami keinginannya, ia tidak lagi menikmati<br />
kesenangan indriawi, yang ada hanya niat untuk meninggalkan<br />
83<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
keduniawian. Untuk mencapai keinginannya, ia mengatakan<br />
kepada ibu dan ayahnya, “Orang tuaku yang tercinta, saya tidak<br />
menemukan kebahagiaan dalam kehidupan keduniawian ini,<br />
saya merasa malu jika tidak menjalankan ajaran Buddha. Biarkan<br />
saya menjadi anggota Sanggha.”<br />
“Apa, Anakku? Kita adalah keluarga yang sangat kaya,<br />
dan kamu adalah putri tunggal kami. Kamu tidak boleh menjadi<br />
anggota Sanggha.”<br />
Gagal mendapatkan persetujuan orang tuanya walaupun<br />
ia mengulangi permintaan itu lagi dan lagi, akhirnya ia berpikir,<br />
“Kalau begitu, setelah saya menikah, saya akan meminta persetujuan<br />
dari suami saya dan menjadi anggota Sanggha.” Setelah<br />
dewasa ia menikah, ia menjadi seorang istri yang berbakti, dan<br />
menjalani hidup dengan penuh kebaikan dan kebajikan 41 di<br />
rumah barunya. Telah tiba saat baginya untuk melepaskan<br />
impiannya, walaupun ia tahu bahwa ia tidak bisa melakukannya.<br />
Saat sebuah perayaan berlangsung di kota, [146] semua<br />
orang mendapatkan libur, kota itu dihiasi menyerupai kota dewa.<br />
Namun ia, bahkan di saat puncak perayaan, tidak berdandan<br />
maupun memakai perhiasan, ia hanya tampil seadanya seperti<br />
hari-hari biasa. Suaminya bertanya, “Istriku, semua orang sedang<br />
bergembira, mengapa engkau tidak bersemangat?”<br />
“Pemimpin dan Tuanku,” ia menjawab, “badan ini diisi<br />
dengan tiga puluh dua komponen, jadi mengapa ia harus dihias?<br />
Badan ini bukan cetakan dari dewa maupun brahma; tidak<br />
terbuat dari emas, permata, atau kayu cendana; tidak dikandung<br />
dalam bunga teratai, baik yang putih, merah maupun biru; tidak<br />
41<br />
Mungkin juga, “dengan penuh keindahan.”<br />
84