22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

terbang ke tempat mereka tinggal, dan hinggap di bagian tengah<br />

atap. Melihat Bodhisatta, [476] istri dan gadis-gadis itu bertanya<br />

dari manakah asalnya, dan ia memberi tahu mereka bahwa ia<br />

adalah ayah mereka yang telah meninggal dan terlahir kembali<br />

sebagai angsa emas, dan ia datang untuk mengunjungi mereka<br />

dan akan mengakhiri kesengsaraan mereka dari keharusan<br />

bekerja demi upah. “Kalian, satu per satu, boleh mengambil bulubuluku,”<br />

katanya, “dan buluku dapat dijual untuk memberikan<br />

hasil yang cukup bagi kalian semua untuk bisa hidup senang dan<br />

nyaman.” Setelah berkata demikian, ia memberikan sehelai<br />

bulunya masing-masing kepada mereka dan terbang pergi. Dari<br />

waktu ke waktu ia kembali untuk memberikan mereka bulu yang<br />

lain, dan melalui hasil penjualan bulu-bulu itu, para brahmana<br />

wanita ini menjadi makmur dan cukup kaya. Namun suatu hari,<br />

ibu ini berkata kepada para putrinya, “Tidak bisa memercayai<br />

seekor hewan sepenuhnya, Anakku. Siapa yang bisa menjamin<br />

ayah kalian tidak akan pergi pada suatu hari, dan tidak pernah<br />

kembali lagi? Mari kita gunakan waktu kita dan mencabut habis<br />

bulunya pada kedatangan berikutnya, dengan demikian terdapat<br />

suatu kepastian dari semua bulunya.” Memikirkan hal itu akan<br />

menyakitkan bagi ayah mereka, putri-putrinya menolak. Sang<br />

ibu, dipenuhi dengan ketamakan, memanggil angsa emas itu<br />

untuk mendekat padanya pada suatu hari di saat ia datang,<br />

kemudian menangkapnya dengan kedua tangannya dan<br />

mencabut semua bulunya. Bulu Bodhisatta ini mempunyai sifat<br />

jika dicabut berlawanan dengan keinginannya akan berhenti<br />

menjadi emas dan berubah menjadi seperti bulu burung bangau.<br />

Dan angsa malang ini, walaupun merentangkan sayapnya, tidak<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

bisa terbang lagi. Wanita ini melemparnya ke dalam sebuah tong<br />

dan memberinya makanan di sana. Dengan berlalunya waktu,<br />

bulu-bulunya tumbuh kembali (walaupun hanya berwarna putih<br />

sekarang), ia terbang kembali ke tempat tinggalnya dan tidak<br />

pernah kembali lagi.<br />

____________________<br />

Di akhir kisah tersebut Sang Guru berkata, “Demikianlah<br />

engkau lihat, para Bhikkhu, bagaimana ketamakan Thullanandā<br />

di kelahiran lampau sama seperti saat ini. Ketamakannya<br />

membuat ia kehilangan emasnya, sama seperti cara<br />

ketamakannya di kehidupan ini membuat ia kehilangan bawang.<br />

Amatilah lebih lanjut, bagaimana keserakahannya telah<br />

menghilangkan persediaan bawang para bhikkhuni, belajarlah<br />

dari sana untuk berkeinginan sedikit (tidak tamak) dan merasa<br />

puas dengan apa yang diberikan padamu, bagaimanapun<br />

kecilnya hal itu.” Setelah berkata demikian, ia mengucapkan syair<br />

berikut ini : —<br />

Berpuas hatilah, jangan mempunyai keinginan yang lebih<br />

besar untuk menyimpan lebih banyak.<br />

Mereka menangkap angsa tersebut — namun tidak<br />

mendapatkan emasnya lagi.<br />

Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Sang Guru<br />

mengecam bhikkhuni yang melakukan kesalahan tersebut dan<br />

menetapkan peraturan bahwa bhikkhuni yang makan bawang<br />

putih berarti telah melakukan pelanggaran pācittiya. Kemudian,<br />

[477] untuk membuat kaitan, Beliau berkata, “Thullanandā adalah<br />

673<br />

674

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!