22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

para pelayan kita melakukan sesuatu yang mengganggumu?”<br />

“Bukan hal itu juga.” “Baiklah, apakah kamu mengidamkan<br />

sesuatu?” Namun, ia tetap bungkam,—semua itu karena<br />

ketakutannya yang tidak masuk akal bahwa ia mungkin<br />

menghabiskan kekayaannya; ia tetap berbaring di tempat<br />

tidurnya tanpa mengatakan apa-apa. “Katakanlah, Suamiku,”<br />

kata istrinya, “beritahukanlah apa yang engkau idamkan.” “Ya,”<br />

katanya sambil menelan ludah, “saya mengidamkan sesuatu.”<br />

“Dan apakah itu, Suamiku?” “Saya ingin makan kue isi.” “Lo,<br />

mengapa tidak mengatakannya sejak awal? Engkau kan cukup<br />

kaya. Saya akan masak kue yang cukup banyak untuk menjamu<br />

seluruh Kota Gula Merah.” “Mengapa memusingkan mereka?<br />

Mereka harus bekerja untuk mendapatkan makanan mereka<br />

sendiri.” “Baiklah, saya akan masak hanya cukup untuk orangorang<br />

yang tinggal di jalan yang sama dengan kita.” “Betapa<br />

kayanya engkau!” “Kalau begitu, saya akan masak hanya cukup<br />

untuk semua anggota rumah tangga kita.” “Betapa borosnya<br />

engkau!” “Baiklah, saya akan masak hanya cukup untuk anakanak<br />

kita.” “Mengapa memikirkan mereka?” “Baiklah kalau<br />

demikian, saya hanya akan sediakan untuk kita berdua.”<br />

“Mengapa engkau harus ikut makan?” “Kalau begitu, saya akan<br />

memasaknya hanya cukup untuk engkau sendiri,” kata istrinya.<br />

“Pelan-pelan,” kata Tuan Bendahara Besar itu, “ada<br />

banyak orang yang mengintai aktivitas masak-memasak di<br />

tempat ini. Pilih beras pecah, 157 —hati-hati untuk menyisakan<br />

beras utuh— bawa sebuah kompor arang, belanga, sedikit saja<br />

157<br />

Menurut KBBI, beras pecah adalah beras dengan ukuran 5/10-2/10 bagian panjang butir<br />

aslinya; beras patah.<br />

453<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

susu, gi, madu, dan air gula; kemudian bawa semua itu<br />

bersamamu ke lantai tujuh rumah ini dan masaklah di sana, saya<br />

akan duduk di sana sendirian dan makan tanpa diganggu.”<br />

Patuh pada perintah suaminya, istrinya membawa<br />

semua barang yang dibutuhkan, menaikkan semuanya seorang<br />

diri, menyuruh semua pelayannya pergi, dan menyuruh<br />

Bendahara itu naik. Bendahara itu pun naik, menutup dan<br />

memalang pintu demi pintu yang ia lalui, hingga akhirnya tiba di<br />

lantai tujuh, pintu itu juga ia tutup dengan rapat. Lalu ia duduk.<br />

Istrinya menyalakan api di kompor arang tersebut, meletakkan<br />

belanga di atasnya, dan mulai memasak kue itu.<br />

Pagi-pagi sekali Sang Guru berkata kepada<br />

Mahamoggallana (Mahāmoggallāna) Thera, “Moggallana,<br />

Jutawan Kikir [347] di Kota Gula Merah dekat Rajagaha, ingin<br />

makan kue seorang diri, begitu takut orang lain mengetahuinya,<br />

sehingga ia menyuruh agar kue itu dimasak untuk dirinya saja di<br />

lantai tujuh rumahnya. Pergilah ke sana; yakinkan agar ia<br />

mengorbankan kepentingannya, dan dengan kekuatan gaib,<br />

angkutlah suami istri, kue, susu, gi, dan semuanya ke sini ke<br />

Jetawana. Hari ini, saya dan lima ratus orang bhikkhu akan<br />

tinggal di sini, dan saya akan menjadikan kue-kue yang<br />

disediakan mereka sebagai makanan.”<br />

Patuh pada petunjuk Sang Guru, Moggallana Thera<br />

dengan daya supramanusia tiba di Kota Gula Merah, berhenti di<br />

tengah udara di depan jendela kamar itu, dengan jubah dalam<br />

dan jubah luar yang dikenakan sebagaimana mestinya, bersinar<br />

bagaikan patung yang dihiasi permata. Penampakan diri Sang<br />

Thera yang tiba-tiba membuat Bendahara itu gemetar ketakutan.<br />

454

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!