22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

ramalan bahwa keturunan lelakinya setelah dewasa akan<br />

mengusirnya dari takhta kerajaannya, ia selalu mengebiri [281]<br />

mereka dengan menggunakan giginya sendiri. Bodhisatta<br />

merupakan keturunan dari kera ini; dan ibunya, demi menyelamatkan<br />

anaknya yang belum lahir, melarikan diri ke sebuah<br />

hutan di kaki pegunungan, dan pada musim itu juga ia<br />

melahirkan Bodhisatta. Setelah tumbuh besar mencapai usia<br />

yang dapat menerima penjelasan, ia diberkahi dengan kekuatan<br />

yang luar biasa.<br />

“Dimanakah ayahku?” ia bertanya pada ibunya pada<br />

suatu hari. “Ia tinggal di kaki suatu pegunungan, Anakku,” jawab<br />

ibunya, “dan ia merupakan raja dari bangsa kera.” “Bawalah saya<br />

untuk menemuinya, Bu.” “Tidak bisa, Anakku, ayahmu sangat<br />

takut posisinya digantikan oleh anak lelakinya, sehingga ia<br />

mengebiri mereka semua dengan menggunakan giginya sendiri.”<br />

“Tidak masalah, bawa saya ke sana, Bu,” kata Bodhisatta; “Saya<br />

tahu apa yang harus saya lakukan.” Maka ibunya membawanya<br />

menemui kera tua itu. Begitu melihat putranya, kera tua itu<br />

mempunyai keyakinan bahwa setelah dewasa Bodhisatta akan<br />

menggantikannya. Ia memutuskan untuk berpura-pura merangkulnya<br />

dengan tujuan meremukkan tulang Bodhisatta. “Ah,,<br />

Anakku!” ia berseru; “Dimanakah engkau selama ini?” Sambil<br />

melakukan pertunjukan merangkul Bodhisatta, ia memeluknya<br />

seperti sebuah jepitan. Namun Bodhisatta yang sekuat gajah,<br />

memeluknya kembali dengan erat sehingga tulung rusuk<br />

ayahnya seperti akan patah.<br />

Kera tua ini berpikir, “Anakku ini, jika tumbuh dewasa,<br />

pasti akan membunuhku.” Ia mencari-cari cara untuk membunuh<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Bodhisatta. Ia mengingatkan pada dirinya sendiri akan keberadaan<br />

sebuah kolam di dekat sana, yang dihuni oleh seorang<br />

raksasa yang mungkin akan memangsa anaknya. Ia berkata<br />

pada Bodhisatta, “Saya telah tua, Anakku, dan akan segera<br />

mewariskan bangsa kera ini padamu; hari ini engkau akan<br />

dinobatkan menjadi raja. Di dekat sini, ada sebuah kolam yang<br />

ditumbuhi oleh dua jenis teratai air, tiga jenis teratai biru, dan<br />

lima jenis teratai putih. Pergi dan petiklah beberapa tangkai<br />

untukku.” “Baik, Ayah,” jawab Bodhisatta; ia segera berangkat.<br />

Bodhisatta mendekat pada kolam tersebut dengan penuh<br />

kewaspadaan, ia melihat jejak-jejak kaki di kolam, mengamati<br />

bagaimana semua jejak itu menuruni kolam tersebut, namun<br />

tidak ditemui adanya jejak yang naik kembali. Menyadari bahwa<br />

kolam tersebut dihuni oleh raksasa, ia memprediksikan ayahnya<br />

yang tidak mampu membunuhnya sendiri, berharap agar ia<br />

dibunuh [282] oleh raksasa itu. “Namun, saya akan<br />

mengambilkan teratai-teratai tersebut,” katanya, “tanpa masuk ke<br />

dalam kolam sama sekali.” Ia pergi ke tempat yang kering, berlari<br />

sambil meloncat dari pinggir sungai. Dalam loncatan tersebut,<br />

saat melewati kolam, ia memetik dua kuntum bunga yang<br />

tumbuh di permukaan air, dan mendarat dengan membawa<br />

bunga-bunga tersebut di seberang kolam. Saat kembali, ia<br />

mengambil dua kuntum lagi dengan cara yang sama, saat ia<br />

melompat. Dengan demikian, ia membuat tumpukan di masingmasing<br />

sisi kolam, — namun ia selalu menjaga agar tidak melewati<br />

wilayah air yang merupakan daerah kekuasaan raksasa.<br />

Setelah memetik bunga secukup yang bisa ia bawa untuk<br />

menyeberang, dan sedang mengumpulkan semua bunga-bunga<br />

329<br />

330

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!