Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
pengembara, ia kembali bersama sejumlah pengikut ke Benares,<br />
dan berkata kepada raja, “Saya telah membunuh harimau<br />
tersebut, Paduka, hutan telah aman untuk para pengembara.”<br />
Karena merasa puas, raja memberikan sejumlah hadiah<br />
kepadanya.<br />
Di waktu yang lain, datang kabar bahwa ada jalan<br />
tertentu yang diduduki oleh kerbau, dan raja mengirim<br />
Bhīmasena untuk membunuhnya. Mengikuti Bodhisatta, ia<br />
membunuh kerbau itu dengan cara yang sama seperti cara ia<br />
membunuh harimau, dan kembali menghadap raja, yang sekali<br />
lagi memberikan sejumlah uang kepadanya. Ia adalah seorang<br />
penguasa besar sekarang ini. Mabuk oleh tanda jasa barunya, ia<br />
memperlakukan Bodhisatta dengan penuh penghinaan, dan<br />
menolak untuk mengikuti nasihatnya, dengan berkata, “Saya bisa<br />
meneruskan ini tanpa dirimu. Apakah kamu pikir tidak ada orang<br />
lain lagi selain dirimu?” Kata-kata seperti ini dan banyak hal<br />
kasar ia lontarkan kepada Bodhisatta.<br />
Beberapa hari kemudian, seorang musuh raja memasuki<br />
Benares dan mengepungnya, mengirim pesan kepada raja,<br />
memerintahkan ia untuk menyerahkan kerajaannya atau<br />
bertempur melawannya. Raja Benares memerintahkan<br />
Bhīmasena untuk bertempur melawannya. Maka Bhīmasena<br />
dilengkapi secara menyeluruh dengan baju perang dan<br />
menunggang gajah perang yang bersarungkan baju baja secara<br />
lengkap. Bohisatta yang sangat mengkhawatirkan bahwa<br />
Bhīmasena mungkin akan terbunuh, melengkapi dirinya secara<br />
menyeluruh juga dan mengambil tempat duduk dengan penuh<br />
kerendahan hati di belakang Bhīmasena. Dengan dikawal oleh<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
satu rombongan besar, gajah tersebut keluar dari gerbang kota<br />
dan tiba di garis depan medan perang. Bunyi pertama dari<br />
genderang perang membuat Bhīmasena gemetar ketakutan.<br />
“Jika engkau jatuh sekarang, engkau akan terbunuh,” kata<br />
Bodhisatta, dan karena itu ia mengikatkan seutas tali di sekeliling<br />
Bhīmasena, yang dipegangnya dengan erat, agar tidak jatuh dari<br />
gajahnya. Namun pemandangan akan medan perang melampaui<br />
apa yang dapat diterima oleh Bhīmasena, rasa takut akan<br />
kematian begitu menakutkan baginya sehingga ia mengotori<br />
punggung gajah tersebut. “Ah,” kata Bodhisatta, “keadaan saat<br />
ini tidak sesuai dengan waktu yang lalu. Dulu engkau berpurapura<br />
sebagai pahlawan; sekarang keberanianmu tidak bisa<br />
menahanmu untuk tidak mengotori gajah yang engkau<br />
tunggangi.” Setelah berkata demikian, ia membacakan syair<br />
berikut ini:<br />
[359] Engkau tadinya menyombongkan keberanianmu,<br />
dan bualanmu begitu lantang ;<br />
Engkau bersumpah akan mengalahkan musuh!<br />
Namun apakah demikian seterusnya ketika berhadapan<br />
dengan pasukan musuhmu, engkau menunjukkan emosi<br />
seperti ini?<br />
Setelah mengakhiri sindiran tersebut, Bodhisatta berkata,<br />
“Jangan takut, Teman. Bukankah saya berada di sini untuk<br />
melindungimu?” Ia membuat Bhīmasena turun dari punggung<br />
gajah, memintanya untuk membersihkan diri dan pulang ke<br />
rumahnya. “Sekarang adalah saat untuk mendapatkan<br />
477<br />
478