Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
mengambil tempat duduk, mereka mendengarkan khotbah<br />
Dhamma. Kemudian muncul pemikiran di dalam diri mereka,<br />
“Mari kita mengucapkan sumpah, sejauh kita memahami<br />
Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Guru.” Karena itu, saat<br />
Bhagawan meninggalkan Balai Kebenaran, mereka menghampiri<br />
beliau dan dengan penuh hormat memohon agar diterima<br />
menjadi anggota Sanggha; dan Sang Guru menerima mereka<br />
dalam Sanggha. Setelah mendapatkan bantuan dari upajjhaya<br />
(upajjhāya) 140 dan acariya (ācariya) 141 mereka, mereka<br />
ditahbiskan secara penuh menjadi anggota Sanggha. Setelah<br />
lima tahun tinggal bersama upajjhaya dan acariya mereka,<br />
mereka menguasai dua ikhtisar, mengetahui apa yang pantas<br />
dan apa yang tidak pantas, mempelajari tiga cara untuk<br />
menunjukkan rasa terima kasih, serta bisa menjahit dan<br />
mencelup jubah. Pada tahap ini, karena berharap untuk hidup<br />
menyendiri sebagai petapa, setelah mendapat izin dari upajjhaya<br />
dan acariya mereka, mereka menghampiri Sang Guru. Setelah<br />
memberi penghormatan kepada beliau, mereka duduk dan<br />
berkata, “Bhante, kami menyadari betapa berbahayanya<br />
kelahiran yang berulang-ulang, cemas akan kelahiran, usia tua,<br />
penyakit, dan kematian; berikanlah sebuah objek perenungan<br />
kepada kami, agar dengan merenungkannya kami bisa terbebas<br />
140<br />
Guru yang melantik seseorang menjadi bhikkhu, guru pemberi sila kebhikkhuan.<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
dari penyebab kelahiran yang berulang-ulang.” Sang Guru<br />
memikirkan tiga puluh delapan objek perenungan, dan kemudian<br />
memilih satu yang sesuai untuk diuraikan kepada mereka.<br />
Setelah mendapatkan objek perenungan yang sesuai dari Sang<br />
Guru, mereka memberikan penghormatan, beranjak pergi sambil<br />
tetap mengarahkan sisi kanan badan pada beliau<br />
(berpradaksina), 142 kembali ke bilik mereka. Setelah menemui<br />
upajjhaya dan acariya mereka, mereka pergi dengan membawa<br />
patta dan jubah (luar) untuk hidup menyendiri sebagai petapa.<br />
Di antara mereka, terdapat seorang bhikkhu yang<br />
bernama Tissa Thera, Putra Tuan Tanah, seorang lelaki yang<br />
lamban dan tidak tegas, seorang budak kesenangan akan rasa.<br />
Ia berpikir, “Saya tidak akan pernah bisa hidup di hutan, untuk<br />
berjuang dengan penuh semangat, dan hidup dari makanan hasil<br />
derma. Apa bagusnya saya pergi? Saya akan kembali.” Maka ia<br />
menyerah. Setelah mendampingi bhikkhu-bhikkhu itu sampai di<br />
suatu tempat, ia kembali. Sementara bhikkhu-bhikkhu yang lain,<br />
saat berpindapata melalui Kosala, tiba di sebuah pinggir desa,<br />
[317] dekat sebuah tempat yang penuh pepohonan, melewatkan<br />
wassa (vassa, masa musim hujan) di sana. Setelah tiga bulan<br />
berjuang keras, mereka memperoleh pandangan terang dan<br />
mencapai Arahat, membuat bumi berseru gembira. Pada akhir<br />
wassa, setelah merayakan Pawarana (Pavāranā), 143 mereka<br />
kemudian berangkat untuk menyampaikan kepada Sang Guru<br />
141<br />
Ada empat jenis guru : guru pabbajjā (yang menahbiskan seseorang menjadi sāmaṇera<br />
dengan memberinya sepuluh sila); guru upasampadā atau kammavācācariya (yang<br />
membacakan mosi/usul dan keputusan dalam upacara upasampadā); guru Dhamma (yang<br />
mengajarkan bahasa Pali dan kitab suci); guru nissaya (yang kepadanya seseorang hidup<br />
bersandar).<br />
393<br />
142<br />
Padakkhiṇa atau pradaksina: berjalan sambil tetap mengarahkan sisi kanan badan pada<br />
objek yang dihormati.<br />
143<br />
Menurut kamus elektronik Pali-Inggris di Kitab Pali Chattha Sangayana CD, bahwa<br />
pavāranā adalah nama sebuah perayaan yang diadakan setelah selesainya masa wassa.<br />
394