22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

No.144.<br />

NAṄGUṬṬHA-JĀTAKA<br />

“Jātaveda yang keji,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai<br />

pertapaan salah dari para ājīvaka, atau petapa telanjang.<br />

Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun, di<br />

belakang Jetawana mereka selalu melatih pertapaan 223 yang<br />

salah. Sejumlah bhikkhu melihat mereka berjongkok pada tumit<br />

mereka dengan penuh kesakitan, berayun di udara seperti<br />

kelelawar, berbaring di atas duri, membakar diri mereka dengan<br />

lima kobaran api dan seterusnya dalam keanekaragaman<br />

pertapaan salah mereka, — tergerak untuk bertanya pada Sang<br />

Guru apakah tindakan itu dapat memberikan hasil yang baik.<br />

“Sama sekali tidak,” jawab Sang Guru. “Di kehidupan yang<br />

lampau, mereka yang bijaksana dan penuh kebajikan masuk ke<br />

dalam hutan dengan membawa api kelahiran mereka, berpikir<br />

untuk mendapatkan sesuatu dari cara yang keras tersebut;<br />

namun menemukan diri mereka tidak lebih baik setelah semua<br />

pengorbanan yang telah diberikan pada api tersebut, dan pada<br />

semua praktik yang sejenisnya, langsung menyiram api kelahiran<br />

tersebut dengan air hingga padam. Dengan melakukan meditasi,<br />

kemampuan batin luar biasa dan pencapaian (meditasi) dapat<br />

diperoleh dan akan mendapatkan kesempatan untuk terlahir<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

kembali di alam brahma.” Setelah mengucapkan itu, Beliau<br />

menceritakan kisah kelahiran lampau ini.<br />

_____________________<br />

[494] Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di<br />

Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang brahmana<br />

di Negeri Utara, dan pada hari kelahirannya orang tuanya<br />

menyalakan sebuah api kelahiran untuknya.<br />

Saat ia berusia enam belas tahun, mereka berkata<br />

kepadanya, “Nak, pada hari kelahiranmu kami menyalakan<br />

sebuah api kelahiran untukmu. Sekarang, engkau harus memilih.<br />

Jika engkau ingin menjalani hidup berkeluarga, pelajari tiga<br />

weda, namun jika engkau ingin mencapai alam brahma, bawa<br />

apimu bersamamu ke dalam hutan dan jaga baik-baik, hingga<br />

mendapatkan perhatian para mahabrahma, dan setelah<br />

meninggal akan masuk ke alam brahma.”<br />

Memberitahu orang tuanya bahwa hidup berkeluarga<br />

tidak menarik baginya, ia masuk ke dalam hutan dan tinggal di<br />

sebuah pertapaan untuk menjaga apinya. Seekor sapi jantan<br />

diberikan kepadanya sebagai bayaran di sebuah pinggiran desa<br />

pada suatu hari, setelah membawa sapi tersebut pulang ke<br />

tempat pertapaannya, terlintas dalam pikirannya untuk<br />

mempersembahkan seekor sapi kepada dewa api. Namun<br />

mendapatkan ia tidak mempunyai persediaan garam, dan<br />

merasa bahwa dewa api tidak dapat menyantap daging<br />

persembahannya tanpa garam, ia memutuskan untuk pergi dan<br />

membawa sedikit persediaan dari desa untuk tujuan tersebut.<br />

Maka ia mengikat sapi jantan itu dan kembali ke desa.<br />

223<br />

Lihat (Contoh) Majjhima Nikāya, hal.77-8, untuk daftar kekerasan para petapa, yang<br />

ditentang dalam Agama Buddha.<br />

703<br />

704

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!