22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

menanggalkan jubah luarnya dan hanya mengenakan pakaian<br />

sebatas pinggang.<br />

Untuk memberikan dukungan moral kepadanya, Sang<br />

Guru berkata, “Wahai Bhikkhu, bukankah engkau di kelahiran<br />

lampau menjaga rasa malu dan takut berbuat jahat, bahkan di<br />

saat engkau terlahir sebagai siluman air yang hidup selama dua<br />

belas tahun, tetap menjaga rasa malu dan takut berbuat jahat.<br />

Bagaimana engkau bisa, setelah mengucapkan janji untuk<br />

mengikuti ajaran Buddha yang bermanfaat ini, melepaskan jubah<br />

luarmu dan berdiri di sini tanpa rasa malu?”<br />

Mendengar kata-kata Sang Guru, timbul rasa malunya, ia<br />

mengenakan jubahnya kembali, memberi penghormatan kepada<br />

Beliau dan duduk di satu sisi.<br />

Para bhikkhu kemudian memohon Beliau menjelaskan<br />

hal yang telah dikemukakan tersebut, maka Beliau menceritakan<br />

hal yang selama ini tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran<br />

kembali.<br />

____________________<br />

Suatu ketika di masa lalu Brahmadatta memerintah di<br />

Kota Benares di Negeri Kāsi, Bodhisatta terlahir sebagai putra<br />

raja dari seorang ratu, ia diberi nama Pangeran Mahiṃsāsa. Saat<br />

ia sudah bisa berlari, pangeran kedua lahir dan diberi nama<br />

Pangeran Canda (Bulan); namun saat ia bisa berlari, ibunda dari<br />

Bodhisatta meninggal dunia. Raja menikah lagi dengan seorang<br />

wanita yang membawa kegembiraan dan kesenangan baginya;<br />

cinta mereka diberkahi dengan lahirnya seorang pangeran yang<br />

lain, yang diberi nama Pangeran Sūriya (Matahari). Merasa<br />

gembira akan kelahiran putranya, raja memberikan janji untuk<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

memenuhi satu permintaan ratu sebagai anugerah untuk bayi<br />

tersebut. Namun ratu menyatakan bahwa ia akan meminta janji<br />

tersebut jika waktunya telah tiba. Setelah Pangeran Matahari<br />

dewasa, ratu berkata pada raja, “Paduka, saat Pangeran<br />

Matahari lahir, engkau menganugerahkan satu permohonan<br />

padaku untuk kepentingannya. Maka, jadikanlah ia raja.”<br />

“Tidak bisa,” jawab raja, “masih ada dua pangeran lain<br />

yang bersinar laksana cahaya api; saya tidak bisa menyerahkan<br />

kerajaan ini pada putramu.” Namun, melihat ratu tidak pernah<br />

menyerah terhadap penolakannya, tetap memintanya memenuhi<br />

permohonan itu, [128] raja yang merasa khawatir ratu akan<br />

menyusun rencana jahat menghadapi kedua pangeran itu,<br />

meminta mereka menghadapnya dan berkata, “Anak-anakku,<br />

saat Pangeran Matahari lahir, saya berjanji untuk memenuhi satu<br />

permohonan ratu. Sekarang, ia meminta saya menyerahkan<br />

kerajaan ini pada putranya. Saya telah menolaknya, namun<br />

terkadang wanita dapat melakukan hal-hal yang sangat jahat,<br />

dan ia dapat saja mengatur rencana licik untuk mencelakai<br />

kalian. Lebih baik kalian mengungsi ke hutan dan kembali<br />

setelah saya meninggal untuk memimpin kota ini sebagai<br />

penerusku” Setelah mengucapkan kata-kata itu, dengan<br />

berlinang air mata dan penuh ratapan, ia mencium kening kedua<br />

putranya dan mengirim mereka pergi.<br />

Setelah mengucapkan salam perpisahan pada ayah<br />

mereka, kedua pangeran itu meninggalkan kerajaan. Tiada<br />

seorang pun selain Pangeran Matahari yang sedang bermain di<br />

halaman istana, melihat kepergian mereka. Segera setelah<br />

mengetahui penyebab perginya kedua saudaranya, Pangeran<br />

57<br />

58

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!