Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
demikian saya mendapatkan nafkah di balik bayanganmu.<br />
Dengan cara ini, kita berdua dapat hidup makmur dan layak.<br />
Cuma perlu menuruti apa yang saya katakan padamu.” “Setuju,”<br />
jawab rekannya.<br />
Karena itu Bodhisatta membawa penenun itu<br />
bersamanya ke Benares, bertindak seakan ia adalah pelayan<br />
kecil dari busur tersebut, dan menempatkan penenun itu di<br />
depan. Setibanya di gerbang istana, ia meminta agar<br />
kedatangannya disampaikan kepada raja. Mendapat perintah<br />
untuk masuk ke dalam istana, keduanya masuk bersama dan<br />
membungkuk dengan penuh hormat di hadapan raja. “Apa<br />
alasan kedatangan kalian?” tanya Raja. “Saya adalah seorang<br />
pemanah ulung,” kata Bhīmasena, “tidak seorang pemanah pun<br />
yang menyerupai saya di seluruh buana ini.” “Berapa bayaran<br />
yang engkau minta dari pelayananmu padaku?” “Seribu keping<br />
uang setiap dua minggu, Paduka.” “Siapakah orang yang<br />
bersamamu ini?” “Ia adalah pelayan kecilku.” “Baiklah,<br />
bergabunglah untuk melayaniku.”<br />
Maka Bhīmasena bergabung untuk melayani raja; namun<br />
sebenarnya Bodhisatta yang melakukan semua pekerjaan<br />
untuknya. Saat itu, terdapat seekor harimau dalam hutan di<br />
Negeri Kāsi yang memblokir sebuah jalan utama yang sering<br />
dilalui dan telah memangsa banyak korban. Ketika hal ini<br />
disampaikan kepada raja, ia memanggil Bhīmasena dan<br />
menanyakan apakah ia bisa menangkap harimau tersebut.<br />
“Bagaimana saya bisa menyatakan diri sebagai<br />
pemanah, Paduka, jika saya tidak bisa menangkap seekor<br />
harimau?” Raja memberikan hadiah padanya dan mengirimnya<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
untuk melaksanakan tugas itu. Ia pergi mencari Bodhisatta<br />
dengan membawa berita tersebut. “Baik,” kata Bodhisatta,<br />
“Pergilah engkau, Teman.” “Tidak ikutkah engkau?” “Tidak, saya<br />
tidak akan pergi; namun saya akan memberikan sebuah ide<br />
padamu.” “Tolong lakukan itu, Teman.” “Engkau tidak boleh<br />
gegabah dan mendekati sarang harimau itu seorang diri. Apa<br />
yang harus kamu lakukan adalah mengumpulkan rombongan<br />
yang kuat dari para penduduk desa dan pergi ke tempat itu<br />
dengan seratus hingga dua ratus buah busur; ketika harimau<br />
bergerak, engkau lari ke dalam semak belukar dan tengkurap di<br />
sana. Para penduduk desa akan memukul harimau itu hingga<br />
mati; begitu ia sekarat, gigit putus sebatang tanaman jalar<br />
dengan menggunakan gigimu, dan dekati harimau yang telah<br />
mati, dengan menyeret tanaman itu di tanganmu. Saat melihat<br />
mayat hewan itu, engkau berseru, ‘Siapa yang membunuh<br />
harimau ini? Saya bermaksud membawanya [358] dengan<br />
menggunakan tanaman menjalar ini, seperti seekor sapi, kepada<br />
raja. Karena itulah saya masuk kedalam semak belukar, untuk<br />
mengambil tanaman menjalar ini. Saya harus tahu siapa yang<br />
telah membunuh harimau ini sebelum saya muncul dengan<br />
tanaman ini.’ Para penduduk akan sangat ketakutan,<br />
menyogokmu cukup banyak agar engkau tidak melaporkan<br />
mereka kepada raja; engkau akan mendapat pujian karena telah<br />
membunuh harimau dan raja akan memberikan sejumlah uang<br />
kepadamu.”<br />
“Bagus sekali,” jawab Bhīmasena, ia pergi dan<br />
membunuh harimau itu dengan cara yang diajarkan oleh<br />
Bodhisatta. Setelah membuat jalanan aman untuk para<br />
475<br />
476