Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
No.13<br />
KAṆḌINA-JĀTAKA<br />
“Betapa buruknya panah cinta,” dan seterusnya. Kisah ini<br />
diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai<br />
godaan nafsu terhadap seorang bhikkhu oleh mantan istrinya<br />
dalam kehidupan berumah tangga; berhubungan dengan Indriya-<br />
Jātaka 45 di Buku Kedelapan. Sang Bhagawan berkata kepada<br />
bhikkhu tersebut, “Bhikkhu, karena wanita inilah, di kehidupan<br />
yang lampau engkau menemui ajalmu dan dipanggang di atas<br />
bara api yang berpijar.” Para bhikkhu kemudian memohon Sang<br />
Bhagawan menjelaskan apa yang selama ini tidak diketahui<br />
mereka karena kelahiran kembali.<br />
[154] (Mulai sekarang, kita akan menghilangkan katakata<br />
mengenai permintaan para bhikkhu yang memohon<br />
penjelasan dan penjelasan tentang hal tidak diketahui oleh<br />
mereka akibat adanya kelahiran kembali; Kita hanya akan<br />
mengatakan, “menceritakan kisah kelahiran lampau ini.” Saat<br />
kata-kata itu diucapkan, semua akan dilengkapi dan diulangi<br />
seperti kalimat di atas, — permohonan, kiasan dengan latar<br />
membebaskan bulan dari awan, dan menjelaskan tentang apa<br />
yang tersembunyi karena adanya kelahiran kembali.)<br />
____________________<br />
Sekali waktu di Kerajaan Magadha, di saat raja<br />
memegang kekuasaan di Rājagaha, saat tanaman telah tumbuh,<br />
rusa-rusa berada dalam bahaya besar, sehingga mereka pindah<br />
45<br />
No. 423.<br />
97<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
ke dalam hutan. Saat itu, seekor rusa jantan yang tinggal di<br />
dalam hutan, tertarik pada seekor rusa betina yang datang dari<br />
tempat di sekitar pedesaan. Digerakkan oleh rasa cintanya, ia<br />
menemani rusa betina itu ketika kawanan rusa itu hendak<br />
kembali ke rumah mereka. Rusa betina itu berkata pada<br />
kepadanya, “Tuan, kamu adalah seekor rusa gunung yang<br />
benar-benar hanya tinggal di hutan, lingkungan di sekitar<br />
pedesaan penuh dengan bahaya dan risiko. Jadi, jangan<br />
bergabung bersama kami.” Namun, karena sangat menyukai<br />
rusa betina itu, ia memilih untuk pergi bersamanya, bukan tetap<br />
tinggal di hutan.<br />
Ketika mereka tahu telah tiba saat dimana rusa-rusa<br />
akan turun gunung, para penduduk Magadha mengambil posisi<br />
mereka masing-masing untuk menyergap rusa-rusa itu di tengah<br />
jalan; di antara mereka, ada seorang pemburu yang sedang<br />
berbaring menanti di jalanan yang akan dilalui oleh rombongan<br />
itu. Mencium adanya manusia di tempat itu, rusa betina yang<br />
merasa curiga akan keberadaan pemburu yang akan menyergap<br />
mereka, meminta rusa gunung jantan itu berjalan di depan,<br />
sementara ia sendiri mengikuti dari belakang dengan jarak yang<br />
lumayan jauh. Hanya dengan satu anak panah, pemburu itu<br />
membunuh rusa gunung tersebut; rusa betina yang melihat<br />
kejadian itu, kabur secepat kilat. Pemburu itu keluar dari tempat<br />
persembunyiannya, menguliti rusa gunung dan menyalakan api<br />
untuk memasak daging segar itu di atas bara api. Setelah puas<br />
makan dan minum, ia membawa pulang sisa-sisa bangkai yang<br />
masih mengeluarkan darah itu dengan cara diikatkan di sebatang<br />
galah, agar anak-anaknya juga dapat menikmati daging tersebut.<br />
98