Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Matahari memutuskan untuk mencari mereka, ia pun<br />
meninggalkan kerajaan.<br />
Ketiga pangeran berkelana hingga tiba di Pegunungan<br />
Himalaya. Setelah menepi dan duduk di bawah pohon,<br />
Bodhisatta berkata kepada Pangeran Matahari, “Matahari Adikku,<br />
pergilah ke kolam yang ada di sana, minum dan mandilah di<br />
kolam itu; lalu bawakan sedikit air minum untuk kami dengan<br />
menggunakan daun teratai.” (Kolam tersebut telah diberikan<br />
kuasa oleh Vessavaṇa 27 kepada siluman air dengan berkata,<br />
“Kecuali mereka yang mengetahui tentang dewa yang<br />
sebenarnya, semua yang masuk ke dalam kolam ini boleh<br />
engkau lahap. Mereka yang tidak masuk ke dalam kolam, tidak<br />
diizinkan untuk kau sentuh.” Maka siluman air itu selalu<br />
menanyai mereka yang masuk ke dalam kolam, apa yang<br />
mereka ketahui tentang dewa yang sebenarnya, kemudian<br />
melahap mereka yang tidak mengetahui jawabannya.)<br />
Saat Pangeran Matahari memasuki kolam, tanpa<br />
terduga, ia ditangkap oleh siluman air itu, yang kemudian<br />
bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu siapa dewa yang<br />
sebenarnya?” “Ya, saya tahu,” jawabnya, “Matahari dan Bulan.”<br />
“Kamu tidak tahu jawabannya,” kata siluman itu, kemudian<br />
menariknya masuk ke dalam kolam dan menahan pangeran itu di<br />
kediamannya di dalam kolam. Menyadari adiknya masih belum<br />
kembali setelah pergi begitu lama, Bodhisatta mengirim<br />
Pangeran Bulan ke sana. Ia juga mengalami kejadian yang<br />
27<br />
Nama lain dari Kuvera, Plutus Hindu, saudara laki-laki seayah lain ibu dari Rāvana, raja<br />
raksasa dari Sri Lanka di kisah Ramāyana. Seperti yang muncul di Jātaka no.74, Vessavaṇa<br />
menguasai siluman pohon dan siluman air, mendapatkan kekuasaan itu dari Sakka.<br />
59<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
sama, ditangkap oleh siluman air dan ditanyai dengan<br />
pertanyaan yang sama. “Ya, saya tahu,” jawabnya, “Empat<br />
penjuru surga.” “Kamu tidak tahu jawabannya,” kata siluman air<br />
itu, kemudian membawa korban keduanya ke tahanan yang<br />
sama.<br />
Menyadari Pangeran Bulan juga belum kembali setelah<br />
pergi begitu lama, Bodhisatta merasa yakin sesuatu telah terjadi<br />
pada mereka. Ia segera menyusul dan menemukan jejak kaki<br />
mereka menuruni kolam itu. [129] Seketika itu juga ia menyadari<br />
bahwa kolam itu pasti dihuni oleh siluman air, ia mengeluarkan<br />
pedangnya untuk bersiap-siap, memegang busur dan menunggu.<br />
Saat siluman itu menyadari Bodhisatta tidak berniat masuk ke<br />
dalam kolam, ia mengubah wujudnya menjadi penjaga hutan, lalu<br />
menyapa Bodhisatta, “Kamu tentu letih dengan perjalanan ini,<br />
teman. Mengapa tidak masuk ke kolam, mandi dan minum, lalu<br />
hiasi dirimu dengan teratai? Setelah itu kamu dapat meneruskan<br />
perjalanan dengan lebih nyaman.” Seketika setelah<br />
mengenalinya sebagai siluman, Bodhisatta bertanya, “Apakah<br />
engkau yang telah menawan kedua adikku?” “Benar,” jawabnya.<br />
“Mengapa?” “Karena saya berhak atas semua orang yang masuk<br />
ke kolam ini.” “Apa, semua orang?” “Tidak bagi mereka yang<br />
tahu tentang dewa yang sebenarnya; di luar itu, semua adalah<br />
milikku.” “Apakah kamu ingin tahu mengenai dewa yang<br />
sebenarnya itu?” “Ya, saya ingin tahu.” “Kalau begitu, saya akan<br />
memberitahumu mengenai dewa yang sebenarnya.”<br />
“Lakukanlah, saya akan mendengarkannya.”<br />
“Akan saya mulai,” kata Bodhisatta, “namun saya kotor<br />
karena perjalanan ini.” Siluman air itu memandikan Bodhisatta,<br />
60