Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
sekop itu dan menjadi seorang petapa,—hanya untuk<br />
meninggalkan sumpahnya lagi. Tetapi, saat untuk ketujuh<br />
kalinya, ia berpikir kembali bagaimana sekop tumpul itu<br />
menyebabkannya berulang-ulang menyerah. Lalu ia<br />
membulatkan tekad untuk membuangnya ke sebuah sungai<br />
besar sebelum menjadi seorang petapa lagi. Maka ia membawa<br />
sekop tersebut ke tepi sungai itu. Ia memejamkan matanya<br />
sebisa mungkin karena khawatir jika ia melihat tempat sekop itu<br />
dijatuhkan, ia akan kembali dan berusaha untuk<br />
mendapatkannya lagi. Lalu ia memutar sekop itu tiga kali di atas<br />
kepalanya dengan menggenggam pegangan sekop itu dan<br />
melemparkannya dengan kekuatan seperti seekor gajah tepat di<br />
tengah aliran sungai. Kemudian ia berteriak dengan penuh<br />
kegembiraan, sebuah teriakan seperti raungan singa, “Saya<br />
sudah menaklukkan! Saya sudah menaklukkan!”<br />
Pada saat yang sama, Raja Benares yang dalam<br />
perjalanan pulang setelah memadamkan pemberontakan di<br />
perbatasan, sesudah mandi di sungai itu juga, ketika sedang<br />
mengendarai gajahnya dengan segala kemegahannya, ia<br />
mendengar teriakan kemenangan Bodhisatta. “Ada seorang<br />
pria,” kata raja, “yang menyatakan bahwa ia sudah menaklukkan.<br />
Saya ingin tahu siapa yang sudah ia taklukkan. Pergilah dan<br />
bawa ia menghadapku.”<br />
Maka Bodhisatta dibawa ke hadapan raja. Raja berkata,<br />
“Temanku yang baik, saya adalah seorang penakluk; saya baru<br />
saja memenangkan pertempuran dan sedang dalam perjalanan<br />
pulang dengan kejayaan. Katakanlah padaku siapa yang sudah<br />
Anda taklukkan.” “Maharaja,” jawab Bodhisatta, “seribu, ya,<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
seratus ribu kemenangan seperti yang Anda peroleh adalah tidak<br />
ada artinya jika Anda tidak memperoleh kemenangan melawan<br />
nafsu dalam dirimu. Dengan menaklukkan keserakahan dalam<br />
diriku, maka saya telah menaklukkan nafsuku.” Setelah<br />
mengucapkan kata-kata tersebut, ia menatap sungai besar itu;<br />
dan saat memusatkan seluruh pikirannya pada objek air, ia<br />
mencapai jhana. Kemudian dengan daya supramanusia yang<br />
baru ia capai, ia terbang di udara dan duduk di sana, mewejang<br />
raja mengenai kebenaran dalam syair berikut ini : —<br />
Penaklukkan melalui kemenangan-kemenangan yang<br />
Harus terus diperjuangkan, atau kita sendiri yang akan<br />
Ditaklukkan pada akhirnya,<br />
Adalah tidak berarti! Penaklukkan yang sejati bisa<br />
Bertahan sepanjang masa!<br />
[314] Mendengar Dhamma ini, cahaya bersinar menerangi<br />
kegelapan batin raja, dan nafsu dalam batinnya padam.<br />
Batinnya dipenuhi keinginan untuk meninggalkan keduniawian;<br />
pada waktu dan di tempat itu juga, nafsu untuk menguasai takhta<br />
lenyap dari dirinya. “Ke manakah Anda akan pergi?” tanya raja<br />
kepada Bodhisatta. “Ke Pegunungan Himalaya, Maharaja; di<br />
sana menjalani kehidupan sebagai seorang petapa.” “Kalau<br />
begitu, saya juga akan menjadi seorang petapa,” kata raja; dan ia<br />
pergi bersama Bodhisatta. Bersama raja, ikut juga seluruh<br />
pasukan, brahmana, perumah tangga, dan semua penduduk<br />
lainnya, — dengan kata lain, seluruh rombongan besar yang ada<br />
di sana.<br />
387<br />
388