22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

jubah; sementara yang lain sedang membaca paritta: —Ia<br />

menciptakan seribu orang bhikkhu dengan rupa yang berbeda<br />

satu sama lain. Melihat kumpulan bhikkhu di wihara, pelayan itu<br />

kembali ke rumah Jīvaka dan mengabarkan bahwa wihara<br />

dipenuhi oleh para bhikkhu.<br />

Untuk menghormati Thera yang berada di wihara —<br />

Panthaka, dengan seribu orang wujud jelmaannya;<br />

duduk menunggu, hingga dijemput, di hutan<br />

yang menyenangkan itu.<br />

“Sekarang kembalilah ke wihara,” kata Sang Guru<br />

kepada pelayan itu, “katakan, Guru mengirimku untuk menjemput<br />

bhikkhu yang bernama Cūḷapanthaka.”<br />

Saat pelayan tersebut menyatakan hal itu, mereka<br />

menjawab secara bersamaan, “Saya adalah Cūḷapanthaka! Saya<br />

adalah Cūḷapanthaka!”<br />

Pelayan itu kembali lagi dan mengatakan, “Mereka<br />

semua mengaku sebagai ‘Bhikkhu Cūḷapanthaka’, Yang Mulia.”<br />

“Kalau begitu, kembali lagi ke sana,” kata Sang Guru,<br />

“pegang tangan bhikkhu pertama yang mengatakan ia adalah<br />

Cūḷapanthaka, [119] maka bhikkhu yang lain akan menghilang.”<br />

Pelayan itu mengikuti perkataan Sang Guru, seketika itu juga<br />

seribu bhikkhu yang diciptakan oleh Cūḷapanthaka lenyap dari<br />

pandangannya.<br />

Saat jamuan makan selesai, Sang Guru berkata, “Jīvaka,<br />

ambil patta Cūḷapanthaka, ia akan menyampaikan terima kasih.”<br />

Jīvaka melakukan apa yang diminta Sang Guru. Laksana<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

raungan tantangan seekor singa muda, bhikkhu itu<br />

menguncarkan paritta-paritta suci sebagai ungkapan terima<br />

kasih. Setelah selesai, Sang Guru kembali ke wihara setelah<br />

bangkit dari tempat duduknya dan diikuti oleh para bhikkhu.<br />

Setelah pembagian tugas oleh bhikkhu Sanggha, Beliau bangkit<br />

dari tempat duduknya, berdiri di ambang pintu kamar-Nya yang<br />

wangi, membabarkan Dhamma kepada para bhikkhu. Diakhiri<br />

dengan pemberian objek perenungan meditasi kepada para<br />

bhikkhu, Beliau kemudian membubarkan para Sanggha yang<br />

berkumpul di sana, masuk ke dalam kamar-Nya yang wangi dan<br />

berbaring beristirahat, laksana seekor singa pada sisi kanan<br />

tubuh-Nya.<br />

Pada saat yang sama, para bhikkhu yang memakai<br />

jubah jingga dari seluruh penjuru berkumpul di Balai Kebenaran<br />

dan memanjatkan pujian pada Sang Guru, seolah-olah mereka<br />

membentangkan tirai kain jingga mengelilingi Beliau pada saat<br />

mereka duduk.<br />

“Awuso,” mereka berkata, “Mahāpanthaka gagal<br />

mengenali kemampuan Cūḷapanthaka. Ia mengusir saudaranya<br />

dari wihara karena si dungu tidak mampu menghafal sebuah<br />

syair tunggal dalam waktu empat bulan. Melalui Buddha Yang<br />

Mahatahu, dengan kesempurnaan Dhamma yang diajarkan-Nya,<br />

Cūḷapanthaka mencapai tingkat kesucian Arahat dengan semua<br />

pengetahuan gaibnya, bahkan pada saat sebuah jamuan makan<br />

berlangsung. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, ia<br />

menguasai semua paritta suci. Oh! Betapa hebatnya kekuatan<br />

yang dimiliki oleh Buddha.”<br />

41<br />

42

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!