Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
keyakinannya oleh Sāgata, heboh sampai ke daerah pinggiran<br />
desa, dan para penduduk Kosambī menemui Sang Bhagawan,<br />
memberi hormat kepada Beliau, kemudian mencari Thera Sāgata<br />
dan memberikan hormat kepadanya, berkata, “Katakan pada<br />
kami, Bhante, apa yang engkau butuhkan dan kami akan<br />
menyediakannya.” Sang thera tetap diam; namun keenam<br />
bhikkhu itu (Bhikkhu-bhikkhu Chabbagiyā) menjawab sebagai<br />
berikut: — “Tuan-tuan, untuk mereka yang telah meninggalkan<br />
keduniawian, arak (minuman keras) putih adalah sangat langka<br />
mereka dapatkan. Bisakah kalian mendapatkan sedikit arak putih<br />
yang murni untuk sang thera?” “Pasti akan kami dapatkan,”<br />
jawab para penduduk, dan mengundang Sang Guru untuk makan<br />
bersama mereka keesokan harinya. Kemudian mereka kembali<br />
ke kota mereka dan mengatur agar masing-masing rumah<br />
menyediakan arak putih yang murni untuk sang thera, dan<br />
menempatkannya di dalam gudang. Kemudian mereka<br />
mengundang thera tersebut untuk masuk dan memberikan<br />
minuman keras padanya, di rumah demi rumah. Begitu hebatnya<br />
akibat minuman itu sehingga, dalam perjalanan keluar dari kota<br />
tersebut, sang thera tersungkur tak berdaya di gerbang kota dan<br />
terbaring di sana sambil cegukan dan mengucapkan omong<br />
kosong. Dalam perjalanan kembali setelah menyantap<br />
makanannya di kota, Sang Guru menemukan thera tersebut<br />
terbaring di sana, meminta para bhikkhu membawa Sāgata<br />
pulang, [361] dan melanjutkan perjalanan menuju ke taman. Para<br />
bhikkhu membaringkan thera tersebut dengan kepala di kaki<br />
Sang Buddha, namun ia berputar, sehingga menjadi berbaring<br />
dengan kaki menghadap Sang Buddha. Sang Guru kemudian<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
bertanya, “Para Bhikkhu, apakah Sāgata menunjukkan<br />
penghormatan pada saya saat ini seperti yang biasa ia lakukan?”<br />
“Tidak, Bhante.” “Katakan pada saya, para Bhikkhu, siapakah<br />
yang mengendalikan raja naga dari Perahu Mangga?” “Sāgata,<br />
Bhante.” “Menurut kalian, dalam kondisi sekarang ini, mampukah<br />
Sāgata mengendalikan ular air yang tidak berbahaya?” “Ia tidak<br />
akan mampu, Bhante.” “Baiklah, para Bhikkhu, pantaskah untuk<br />
minum hingga, saat mabuk, seseorang kehilangan akal<br />
sehatnya?” “Tidak pantas, Bhante.” Setelah memberikan<br />
ceramah kepada para bhikkhu dengan mengecam thera tersebut,<br />
Sang Bhagawan menetapkan sebuah peraturan bahwa minum<br />
minuman keras merupakan pelanggaran pācittiya; setelah itu<br />
Beliau bangkit dan berlalu ke dalam kamar-Nya yang wangi.<br />
Berkumpul bersama di dalam Balai Kebenaran, para<br />
bhikkhu membicarakan kesalahan karena minum minuman<br />
keras, dengan berkata, “Betapa besar kesalahan dari meminum<br />
minuman keras, Awuso, mengingat hal tersebut dapat membuat<br />
seseorang menjadi buta terhadap keunggulan Sang Buddha,<br />
bahkan orang yang bijaksana dan berbakat seperti Sāgata.”<br />
Memasuki balai tersebut, Sang Guru menanyakan apa yang<br />
sedang mereka bicarakan; dan mereka menceritakannya kepada<br />
Beliau. “Para Bhikkhu,” kata Beliau, “ini bukan pertama kalinya ia<br />
yang telah meninggalkan keduniawian kehilangan akal sehat<br />
karena minuman keras; hal yang sama juga terjadi di kehidupan<br />
yang lampau.” Setelah mengatakan hal tersebut, Beliau<br />
menceritakan kisah kelahiran lampau ini.<br />
____________________<br />
481<br />
482