Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
demikian, dimana pengecualian itu?” Setelah mengucapkan katakata<br />
tersebut, raja mengulangi syair berikut ini : —<br />
Dengan mata tertutup, seorang pemain kecapi,<br />
diperdaya oleh istrinya,<br />
Brahmana itu duduk, — ia yang mencoba menumbuhkan<br />
kebajikan yang tanpa noda —<br />
Wanita itu belajar secara diam-diam untuk melakukan itu.<br />
[294] Dengan cara bijaksana Bodhisatta menguraikan<br />
kebenaran pada pendeta tersebut. Ia pulang dan menuduh gadis<br />
itu atas kejahatan yang dituduhkan padanya. “Suamiku, siapa<br />
yang telah mengatakan hal seperti itu tentangku?” tanyanya.<br />
“Saya tidak bersalah; benar-benar tanganku sendiri, bukan<br />
tangan orang lain yang memukulmu. Jika engkau tidak percaya<br />
padaku, saya cukup berani untuk disiksa dengan api, untuk<br />
membuktikan bahwa tidak ada tangan lelaki lain yang<br />
menyentuhmu, selain tanganku sendiri, sehingga saya bisa<br />
membuatmu percaya padaku.” “Kalau begitu, lakukanlah hal itu,”<br />
jawabnya. Ia meminta agar sejumlah kayu disediakan dan<br />
menyalakan api dengan kayu-kayu itu. Kemudian gadis itu<br />
dipanggil, “Sekarang,” kata pendeta tersebut, “jika engkau<br />
percaya pada kisah yang engkau ceritakan sendiri, tantanglah<br />
kobaran api ini!”<br />
Sebelumnya, gadis itu telah memberi perintah sebagai<br />
berikut pada dayangnya, “Sampaikan pada anakmu, Bu, untuk<br />
berdiri di sana dan tangkap tanganku saat aku akan masuk ke<br />
dalam kobaran api.” Perempuan tua itu melakukan apa yang<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
diperintahkan padanya. Maka penggoda wanita itu datang dan<br />
berdiri di antara keramaian itu. Kemudian, untuk menipu<br />
suaminya, gadis tersebut berdiri di sana, di hadapan semua<br />
orang, berseru dengan penuh semangat, “Tidak ada tangan lelaki<br />
lain selain tanganmu, Brahmana, yang pernah menyentuhku;<br />
Melalui kebenaran pernyataanku saya akan meminta api ini<br />
untuk tidak menyakitiku.” Setelah mengucapkan kata-kata<br />
tersebut, ia melangkah maju ke arah tumpukan kayu yang<br />
sedang menyala itu, — saat itu juga kekasih gelapnya menyerbu<br />
naik dan menarik tangannya, sambil berseru betapa<br />
memalukannya seorang brahmana bisa memaksa seorang gadis<br />
masuk ke dalam kobaran api! Mengibaskan tangannya, gadis itu<br />
berseru kepada brahmana itu bahwa apa yang telah<br />
dinyatakannya tidak berlaku lagi, sekarang ia tidak berani<br />
menghadapi kobaran api itu lagi. “Mengapa tidak?” tanya<br />
brahmana itu. “Karena,” jawab gadis itu, “pernyataan saya adalah<br />
tidak ada tangan lelaki lain selain tanganmu yang pernah<br />
menyentuhku; [295] sekarang di sini, ada seorang lelaki yang<br />
menyentuh tanganku!” Namun brahmana yang mengetahui<br />
bahwa ia telah ditipu, mengusirnya pergi dengan tamparan.<br />
Seperti itulah, kita ketahui, keburukan dari seorang<br />
wanita. Kesalahan apa yang tidak bisa mereka ucapkan; untuk<br />
menipu suaminya, sumpah apa yang tidak bisa mereka ucapkan<br />
— yah, di siang hari — mereka tetap akan melakukannya!<br />
Betapa penuh kepalsuannya mereka. Karena itu dikatakan : —<br />
Nafsu indriawi terdiri dari kejahatan dan tipu muslihat,<br />
351<br />
352