Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
kebaikan dalam menjalani kehidupannya membuat ia mendapat<br />
gelar Raja Gajah Yang Baik.<br />
Sementara itu, ada seorang perimba 144 dari Benares<br />
yang datang ke Pegunungan Himalaya, ia masuk ke dalam hutan<br />
untuk mencari kayu-kayu sebagai mata pencahariannya. Karena<br />
kehilangan arah dan posisi, ia berjalan hilir mudik, merentangkan<br />
tangan dengan penuh keputusasaan dan menangis tersedu<br />
sedan, takut pada kematian yang telah berada di depan<br />
matanya. Mendengar suara tangisan seseorang, Bodhisatta<br />
digerakkan oleh rasa belas kasihan dan memutuskan untuk<br />
menolong lelaki tersebut yang membutuhkan pertolongan. Ia<br />
mendekati lelaki tersebut. Namun, saat melihat gajah tersebut,<br />
perimba itu lari ketakutan. 145 Melihat ia melarikan diri, Bodhisatta<br />
tidak bergerak, hal ini membuat lelaki tersebut juga berhenti<br />
berlari. Lalu Bodhisatta bergerak maju, perimba itu kembali<br />
berlari, dan berhenti sekali lagi saat Bodhisatta berhenti. Lalu<br />
lelaki ini melihat kebenaran bahwa gajah itu berhenti jika ia<br />
berlari, dan hanya bergerak maju saat ia berhenti. Karenanya, ia<br />
menyimpulkan bahwa hewan itu tidak berniat untuk<br />
mencelakakannya, melainkan hendak menolongnya. Maka<br />
dengan berani ia tetap berdiri di tempat. Bodhisatta mendekat<br />
dan berkata, “Mengapa, temanku manusia, engkau menjelajahi<br />
tempat ini sambil meratap?”<br />
144<br />
Menurut penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa perimba adalah<br />
orang yang mencari nafkah di rimba (hutan lebat, yang luas dengan pohon yang besarbesar).<br />
145<br />
Seekor gajah yang menyendiri, atau ‘terpisah dari kelompoknya’, sangat berbahaya untuk<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
“Tuanku,” jawab perimba itu, “saya kehilangan arah dan<br />
posisi, serta merasa takut akan kematian.”<br />
Lalu gajah itu membawa lelaki tersebut ke tempat<br />
tinggalnya dan menjamunya selama beberapa hari di sana,<br />
menyuguhinya dengan semua jenis buah-buahan. Kemudian<br />
berkata, “Jangan khawatir, temanku manusia, saya akan<br />
membawamu kembali ke perkampungan manusia.” Gajah<br />
tersebut menempatkan perimba itu di punggungnya dan<br />
membawanya ke tempat tinggal manusia. Namun orang yang<br />
tidak tahu berterima kasih itu berpikir, jika ditanyai, ia harus<br />
mengungkapkan semuanya. Maka sepanjang jalan di punggung<br />
gajah tersebut, ia menandai semua posisi pohon dan bukit.<br />
Akhirnya gajah tersebut membawanya ke luar dari hutan dan<br />
menurunkannya pada jalan menuju Benares, sambil berkata, “Ini<br />
adalah jalan pulangmu, temanku manusia. Jangan katakan pada<br />
siapa pun, apakah kamu ditanya maupun tidak, tentang tempat<br />
tinggalku.” Dengan kata-kata tersebut, Bodhisatta menempuh<br />
perjalanan kembali ke tempat tinggalnya.<br />
Setibanya di Benares, lelaki itu berjalan sesuai dengan<br />
tujuannya melalui kota menuju ke pasar para perajin gading. Ia<br />
melihat gading diolah menjadi berbagai bentuk dan kondisi. Ia<br />
bertanya kepada para perajin [321] apakah mereka akan<br />
memberikan sesuatu untuk gading seekor gajah yang masih<br />
hidup.<br />
“Apa yang membuatmu mengajukan pertanyaan seperti<br />
itu?” tanya mereka. “Gading gajah yang masih hidup jauh lebih<br />
berharga daripada yang telah mati.”<br />
ditemui.<br />
401<br />
402