Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
akhirnya ia memberikan tempat berdiri yang nyaman pada<br />
semua orang yang berada di sana. Di waktu yang lain, ia<br />
membangun sebuah paviliun, — yang kemudian diruntuhkannya<br />
kembali, ia membangun sebuah balai desa dengan kursi-kursi<br />
dan kendi air di dalamnya. Di lain kesempatan, ketiga puluh lelaki<br />
itu dibimbing oleh Bodhisatta menjadi sejalan dengannya; ia<br />
mengukuhkan mereka dalam lima latihan moralitas, kemudian<br />
bersama mereka melakukan perbuatan baik lainnya. Saat<br />
mereka melakukan perbuatan-perbuatan baik, di bawah<br />
bimbingan Bodhisatta, mereka biasanya bangun pagi-pagi dan<br />
memulai perjalanan, dengan membawa pisau, kapak dan tongkat<br />
di tangan mereka. Tongkat itu mereka gunakan untuk<br />
menyingkirkan batu-batu yang berserakan di perempatan jalan<br />
utama serta jalan-jalan lainnya yang ada di desa itu; pohonpohon<br />
yang bisa tertabrak oleh roda kereta, mereka tebang;<br />
jalanan yang berlubang mereka ratakan; mereka membangun<br />
jalan lintasan yang tinggi, menggali tempat penampungan air,<br />
dan membangun balai desa. Mereka melakukan praktik berdana<br />
dan menjaga lima latihan moralitas. Para penduduk desa<br />
bertindak bijaksana karena ajaran Bodhisatta dan karena latihan<br />
yang mereka jalankan.<br />
Kepala desa kemudian berpikir, “Saat orang-orang ini<br />
masih suka mabuk dan melakukan pembunuhan, serta hal-hal<br />
buruk lainnya, saya bisa mendapatkan uang dari minuman keras<br />
yang mereka minum, serta dari denda dan upeti yang mereka<br />
bayar. Namun sekarang, Brahmana Muda Magha bertekad<br />
membuat mereka menjalankan latihan; ia membuat mereka<br />
berhenti membunuh dan melakukan perbuatan jahat lainnya.”<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
[200] Dengan penuh kemarahan ia berseru, “Aku akan membuat<br />
mereka menjalankan lima latihan moralitas itu!” Ia menghadap<br />
raja dan berkata, “Paduka, ada segerombolan perampok yang<br />
akan merampok desa-desa dan berusaha menyusupkan<br />
penjahat-penjahat lainnya ke desa.” Mendengar hal itu, raja<br />
meminta kepala desa membawa orang-orang itu menghadapnya.<br />
Pergilah kepala desa itu untuk menangkap ketiga puluh lelaki itu<br />
dan menyatakan bahwa mereka adalah penjahat-penjahat itu di<br />
hadapan raja. Tanpa menyelidiki apa yang (sebenarnya) telah<br />
mereka perbuat, raja memberi perintah bahwa mereka semua<br />
mendapat hukuman mati diinjak oleh gajah. Untuk itu, mereka<br />
dibawa ke halaman istana dan gajah pun di kirim ke sana.<br />
Bodhisatta menasihati mereka dengan berkata, “Tetaplah ingat<br />
latihan-latihan itu; cintai orang yang telah memfitnahmu, raja dan<br />
juga gajah itu seperti kalian mencintai diri kalian sendiri.”<br />
Demikianlah yang dilakukan oleh mereka.<br />
Seekor gajah masuk ke halaman istana untuk menginjak<br />
mati mereka. Para pengawal berusaha menuntun gajah itu<br />
sedekat mungkin dengan mereka, namun gajah itu menolak,<br />
hewan itu menjauh sambil mengeluarkan suara yang keras. Satu<br />
demi satu gajah dibawa ke halaman istana;— namun semuanya<br />
melakukan tindakan yang sama seperti gajah pertama. Menduga<br />
mereka pasti membawa ramuan tertentu, raja meminta agar<br />
mereka diperiksa. Pemeriksaan segera dilakukan sesuai dengan<br />
perintah raja, namun mereka tidak menemukan apa pun; hal itu<br />
kemudian dilaporkan kepada raja. “Mereka pasti membaca<br />
mantra tertentu,” kata raja, “tanyakan apakah ada mantra yang<br />
mereka bacakan.”<br />
177<br />
178