Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Berniat memakai kalung mutiara ratu, kera ini mengawasi<br />
pelayan yang bertugas, menunggu ia lengah. Awalnya gadis itu<br />
selalu melihat sekelilingnya untuk menjaga permata-permata<br />
[384] itu tetap aman; dengan berlalunya waktu, ia mulai<br />
mengantuk. Begitu kera tersebut melihat hal itu, ia melompat<br />
turun secepat kilat dan kembali lagi ke atas pohon, dengan<br />
mutiara yang mengelilingi lehernya. Kemudian, karena takut kera<br />
yang lain melihatnya, ia menyembunyikan untaian mutiara itu<br />
dalam sebuah lubang pohon dan menjaga barang rampasannya<br />
dengan lagak seakan tidak terjadi apa-apa. Dengan segera<br />
pelayan itu terbangun, dan ketakutan saat melihat permatapermata<br />
itu telah hilang, melihat tidak ada hal lain yang bisa ia<br />
lakukan lagi, ia berteriak, “Seseorang telah melarikan kalung<br />
mutiara ratu.” Para pengawal berhamburan dari segala penjuru,<br />
memeriksa kebenaran cerita tersebut dan menyampaikannya<br />
kepada raja. “Tangkap pencuri itu,” kata raja; para pengawal itu<br />
mencari pencuri itu dimana-mana di sekitar taman peristirahatan<br />
itu. Mendengar hiruk pikuk itu, seorang lelaki miskin dari<br />
kampung 173 yang percaya pada takhayul mengambil langkah<br />
seribu saat mendengar tanda bahaya dibunyikan. “Itu dia di<br />
sana,” teriak para pengawal, saat mengetahui pelariannya;<br />
mereka mengejarnya hingga ia tertangkap, dan memberikan<br />
pukulan-pukulan padanya sambil menanyakan apa maksudnya<br />
mencuri permata yang begitu berharga itu.<br />
Ia berpikir, “Jika saya menyangkal tuduhan ini, saya akan<br />
mereka pukul hingga mati. Lebih baik saya mengakuinya.” Maka<br />
ia mengaku sebagai pencurinya, dan dibawa sebagai tahanan di<br />
173<br />
Atau barangkali, “Seorang perusuh saat pembayaran pajak.”<br />
525<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
hadapan raja. “Apakah engkau mengambil permata yang<br />
berharga itu?” tanya raja. “Ya, Paduka.” “Dimanakah permata<br />
itu?” “Tolong, Paduka, saya adalah orang miskin; sepanjang<br />
hidup saya, saya tidak pernah mempunyai apa pun, termasuk<br />
tempat tidur maupun kursi, dengan harga berapa pun, — lebihlebih<br />
sebuah permata. Bendaharawan yang meminta saya untuk<br />
mengambil kalung yang berharga itu, saya mengambil dan<br />
memberikannya pada Bendaharawan itu. Ia mengetahui semua<br />
ini.”<br />
Raja meminta Bendaharawan itu menghadapnya, dan<br />
bertanya apakah orang kampung itu telah memberikan sebuah<br />
kalung kepadanya. “Sudah, Paduka,” jawabnya. “Dimanakah<br />
kalung itu sekarang?” “Saya memberikannya kepada Pendeta<br />
Kerajaan.” Maka Pendeta Kerajaan dibawa ke istana, dan<br />
dimintai keterangan dengan cara yang sama. Dan dia<br />
mengatakan bahwa dia telah menyerahkannya kepada Pemain<br />
Musik, yang menyatakan bahwa kalung itu telah diberikannya<br />
kepada seorang gadis penari [385] sebagai hadiah. Namun gadis<br />
itu, saat dibawa menghadap raja, menyangkal ia pernah<br />
menerima kalung itu.<br />
Sementara kelima orang itu dimintai keterangan,<br />
matahari telah terbenam — “Sudah terlalu sore,” kata raja; “kita<br />
akan mendalami masalah ini besok.” Maka ia menyerahkan<br />
kelima orang ini kepada para menterinya dan kembali ke kota.<br />
Saat itu Bodhisatta berpikir keras. “Permata-permata ini,”<br />
pikirnya, “hilang di dalam pekarangan, sementara orang<br />
kampung ini berada di luar. Ada lapisan penjagaan yang ketat di<br />
gerbang-gerbang, sehingga tidak mungkin ada orang yang bisa<br />
526