22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

____________________<br />

Dengan cara yang bijaksana ini Sang Guru mengajarkan<br />

bahwa di dunia ini, adalah salah untuk memikirkan semua hal<br />

adalah pasti dan mutlak baik atau buruk dalam semua kejadian<br />

yang sama. Akhirnya, Beliau menjelaskan kelahiran tersebut<br />

dengan berkata, “Orang yang sama, yang sekarang ini terkenal<br />

karena mengetahui apakah pedang membawa keberuntungan<br />

atau tidak, terkenal dengan kemampuan yang sama di masa itu;<br />

dan Saya sendiri adalah pangeran yang mewarisi kerajaan<br />

pamannya.”<br />

No.127.<br />

KALAṆḌUKA-JĀTAKA<br />

“Engkau memalsukan,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai<br />

seorang bhikkhu pembual. (Cerita pembuka dan kisah masa<br />

lampau dalam kasus ini sama seperti yang diceritakan dalam<br />

Kaṭāhaka di kisah sebelumnya 208 .)<br />

____________________<br />

Kalaṇḍuka dalam kejadian ini adalah nama dari pelayan<br />

Saudagar Benares itu. Setelah ia melarikan diri dan hidup dalam<br />

kemewahan bersama putri dari saudagar di perbatasan,<br />

Saudagar Benares itu merasa kehilangan dirinya dan tidak dapat<br />

208<br />

No.125.<br />

645<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

menemukan keberadaannya. Maka ia mengirim seekor kakak tua<br />

yang dipeliharanya untuk mencari orang tersebut. Terbanglah<br />

kakak tua itu untuk mencari Kalaṇḍuka, mencarinya di manamana<br />

hingga akhirnya burung tersebut tiba di kota tempat<br />

tinggalnya. Pada saat yang sama Kalaṇḍuka sedang bersenangsenang<br />

di sungai bersama istrinya di atas sebuah perahu dengan<br />

persediaan makanan pilihan, bunga dan wewangian. Sementara<br />

itu, para bangsawan negeri tersebut dalam pesta air itu<br />

bermaksud minum susu yang dicampur dengan obat yang<br />

baunya menyengat, agar terhindar dari rasa dingin setelah<br />

menghabiskan waktu di dalam air. [459] Ketika Kalaṇḍuka<br />

mencicipi susu ini, ia mengeluarkan dan meludahkannya<br />

kembali; dan saat melakukan hal tersebut, ia meludahkannya di<br />

atas kepala putri saudagar tersebut. Pada saat itu, kakak tua<br />

tersebut terbang dan melihat semua kejadian itu dari cabang<br />

pohon ara di pinggir sungai. “Ayo, ayo, Kalaṇḍuka si pelayan,”<br />

seru burung tersebut, “ingatlah siapa dan apa posisimu, jangan<br />

meludah di atas kepala wanita muda yang terhormat ini. Tahu<br />

dirilah, Teman!” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia<br />

mengucapkan syair berikut ini:<br />

Engkau memalsukan keturunan bangsawanmu,<br />

derajatmu yang tinggi, dengan lidah yang penuh<br />

kebohongan.<br />

Walaupun hanya seekor burung, saya tahu tentang<br />

kebenaran itu.<br />

Engkau akan segera ditangkap, engkau seorang<br />

pelarian. Jangan menghina susu itu, Kalaṇḍuka.<br />

646

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!