22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Untuk menjelaskan masalah itu lebih lanjut, mereka menyusun<br />

dan mengulang syair berikut ini: —<br />

Kami minum, kami menari, kami bernyanyi,<br />

kami menangis;<br />

Untungnya sewaktu meminum minuman yang<br />

melemahkan kesadaran itu, kami tidak berubah<br />

menjadi bangsa kera.<br />

“Ini adalah hal yang pasti akan terjadi pada mereka yang<br />

tidak tinggal di bawah pengawasan seorang guru,” kata<br />

Bodhisatta, menegur para petapa tersebut; dan ia menasihati<br />

mereka dengan berkata, “Mulai sekarang, jangan melakukan hal<br />

seperti itu lagi.” Ia melanjutkan kehidupannya dengan tanpa<br />

putus dari (meditasi pencapaian) jhana, dan terlahir kembali di<br />

alam brahma.<br />

____________________<br />

[363] Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru<br />

menjelaskan tentang kelahiran tersebut (Mulai sekarang, kita<br />

akan menghilangkan kata ‘mempertautkan’), dengan berkata,<br />

“Para siswa Saya adalah rombongan petapa di masa itu, dan<br />

Saya sendiri adalah guru mereka.”<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

No.82.<br />

MITTAVINDA-JĀTAKA<br />

“Tidak ada lagi tempat untuk berdiam,” dan seterusnya.<br />

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,<br />

mengenai seorang bhikkhu yang keras hati. Kejadian-kejadian<br />

pada kelahiran ini, yang berlangsung pada masa Buddha<br />

Kassapa, akan diceritakan dalam Mahā-Mittavindaka-Jātaka 162 di<br />

Buku Kesepuluh.<br />

____________________<br />

Kemudian Bodhisatta mengucapkan syair berikut:<br />

Tidak ada lagi tempat untuk berdiam di istana-istana<br />

pulau yang terbuat dari kristal, perak atau permatapermata<br />

yang berkilauan,—<br />

Engkau dihiasi dengan perhiasan kepala dari batu<br />

sekarang;<br />

Siksaan untuk menebus perbuatan itu tidak akan pernah<br />

berhenti sebelum semua kesalahanmu telah ditebus dan<br />

hidup harus berakhir.<br />

Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Bodhisatta<br />

kemudian berlalu menuju kediaman pribadinya di antara para<br />

Dewa. Dan Mittavindaka, setelah memakai perhiasan kepala<br />

tersebut, menderita siksaan yang menyakitkan hingga semua<br />

162<br />

No.439. Lihat No.41, dan Divyāvadāna, hal.603 dst.<br />

485<br />

486

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!