Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
ditemukannya di luar pintu rumah, yang dibuang orang ketika<br />
mencuci pot nasi.<br />
Sāriputta, sang Panglima Dhamma, saat pergi ke<br />
Sawatthi untuk melakukan pindapata, menemukan anak itu,<br />
bertanya-tanya dari manakah anak yang terlihat berantakan itu<br />
berasal. Dipenuhi oleh kasih sayang, ia memanggil anak<br />
tersebut. “Kemarilah, Nak.” Anak itu mendekat, membungkuk<br />
pada sang thera dan berdiri di hadapannya. Sāriputta kemudian<br />
bertanya, “Engkau berasal dari desa mana dan dimanakah orang<br />
tuamu berada?”<br />
“Saya adalah orang miskin, Bhante,” jawab anak itu,<br />
“orang tua saya telah lelah merawat saya, mereka meninggalkan<br />
saya dan pergi sendiri.”<br />
“Maukah engkau menjadi bhikkhu?” “Saya ingin sekali,<br />
namun siapakah yang mau menerima orang tidak beruntung<br />
seperti saya menjadi anggota Sanggha?” “Saya bersedia menerimamu.”<br />
“Kalau begitu, mohon terimalah saya menjadi seorang<br />
bhikkhu.”<br />
Thera tersebut memberikan makanan kepada anak itu<br />
dan membawanya ke wihara, ia sendiri yang memandikannya<br />
dan menjadikannya sebagai samanera sebelum ditahbiskan<br />
menjadi bhikkhu di kemudian hari setelah ia cukup dewasa.<br />
Setelah dewasa, ia dikenal sebagai Thera Losaka Tissa; ia selalu<br />
tidak beruntung 87 , dan hanya mendapatkan sedikit persembahan.<br />
Cerita berkembang bahwa, tidak peduli betapa berlimpahnya<br />
persembahan yang diberikan, ia tidak pernah mendapatkan<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
makanan yang dapat membuatnya kenyang, hanya sekedar<br />
membuatnya mampu bertahan hidup saja. Satu sendok nasi saja<br />
telah membuat pattanya terlihat sangat penuh, sehingga pemberi<br />
dana yang mengira pattanya telah penuh, akan memberikan<br />
dana kepada orang berikutnya. Saat nasi telah diberikan ke<br />
pattanya, dikatakan bahwa nasi yang berada di piring pemberi<br />
dana akan menghilang. Demikian juga yang terjadi dengan<br />
persembahan makanan lainnya. Walaupun demikian, dengan<br />
berlalunya waktu, ia berhasil mengembangkan kesadarannya<br />
dan mencapai phala tertinggi, yakni tingkat kesucian Arahat,<br />
namun ia tetap mendapatkan persembahan dana dalam jumlah<br />
yang sedikit.<br />
Setelah waktunya telah sempurna, ketika jasmani yang<br />
menentukan jalan hidupnya 88 telah usang, tiba saat baginya<br />
untuk meninggalkan dunia ini. Sang Panglima Dhamma, saat<br />
bermeditasi, mengetahui hal tersebut, kemudian berpikir, “Losaka<br />
Tissa akan meninggal hari ini; bagaimana pun juga, hari ini saya<br />
akan memastikan ia dapat makan hingga kenyang.” Maka ia<br />
membawa thera itu pergi ke Sawatthi untuk berpindapata.<br />
Namun, karena Losaka ikut bersamanya, semua itu sia-sia,<br />
walaupun Sāriputta mengulurkan tangan untuk menerima dana<br />
makanan di Sawatthi yang padat penduduknya, mereka hanya<br />
memberikan penghormatan kepadanya. Maka ia meminta Thera<br />
Losaka untuk pulang terlebih dahulu dan mengambil tempat di<br />
ruang duduk wihara, sementara ia sendiri mengumpulkan<br />
88<br />
Protoplasma adalah ‘dasar dari jasmani yang membentuk kehidupan’, maka āyu-saṁkhārā<br />
87<br />
Bacaan (teks Pali) nippuñño, bukan nippañño. Lihat Ceylon R.A.S.Journal, 1884. hal.158<br />
dan bandingkan dengan apuñño di hal.236, baris kedua puluh dari teks asli berbahasa Pali.<br />
245<br />
adalah dasar rohani menurut ajaran Buddha. Umat Buddha memiliki tujuan untuk mencabut<br />
Lebensstoff ini sehingga tidak akan ada kelahiran kembali lagi.<br />
246