Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Mereka yang menghormati senioritas (umur) adalah yang<br />
paham terhadap kebenaran;<br />
Berbahagia di dalam kehidupan ini dan juga di kehidupan<br />
yang akan datang, itulah hadiah yang didapatkan.<br />
____________________<br />
[220] Saat Sang Guru telah selesai menyatakan tentang<br />
kebaikan dari menghormati orang yang lebih tua, Beliau<br />
mempertautkan dan menjelaskan kelahiran tersebut dengan<br />
berkata, “Moggallāna adalah gajah, Sāriputta adalah kera, dan<br />
Saya sendiri adalah ketitir yang bijaksana.”<br />
[Catatan : Lihat kisah ini di Vinaya, <strong>Vol</strong>.II, hal.161<br />
(diterjemahkan di hal.193 dari <strong>Vol</strong>.XX dari Sacred Books of the East)<br />
dan di Avadānas <strong>Vol</strong>.II, hal.17 karya Julien. Referensi dibuat untuk<br />
Jātaka ini berdasarkan Sumangala-vilāsinī hal.178, karya<br />
Buddhagosa;namun kutipannya, walaupun intinya diambil dari Tittira-<br />
Jātaka, berasal dari Vinaya. Prof.Cowell telah pernah menelusuri<br />
sejarahnya dalam Y Cymmrodor, October 1882.]<br />
No.38.<br />
BAKA-JATAKA<br />
“Tipu muslihat tidak akan membawa keuntungan,” dan<br />
seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di<br />
Jetawana, mengenai seorang bhikkhu yang menjahit jubah.<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun,<br />
di Jetawana hiduplah seorang bhikkhu yang sangat ahli dalam<br />
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan jubah, seperti<br />
menggunting, menyatukan, mengubah dan menjahit. Dengan<br />
kemampuan yang dimilikinya, ia selalu membuat jubah dan<br />
mendapat julukan ‘Pembuat Jubah’. Apa, Anda tentu bertanya,<br />
yang dilakukannya? – Baiklah, ia menggunakan keahliannya<br />
pada potongan kain usang, mengubahnya menjadi jubah yang<br />
bagus dan halus, dimana saat pencelupan dilakukan, ia akan<br />
memperjelas warna kain dengan cara merendam kain dalam<br />
pewarna makanan, menyikatnya dengan sejenis kulit, sehingga<br />
terlihat bagus dan menarik. Setelah itu, hasil karyanya akan<br />
diletakkan di samping.<br />
Bhikkhu yang tidak memiliki kemampuan menjahit,<br />
mendatanginya dengan membawa kain-kain yang masih baru<br />
dan berkata, “Kami tidak tahu bagaimana cara membuat jubah,<br />
buatkanlah untuk kami.”<br />
“Awuso,” jawabnya, “pembuatan jubah memerlukan<br />
waktu yang cukup lama, namun ada satu jubah yang baru saya<br />
selesaikan. Engkau dapat memilikinya jika mau meninggalkan<br />
kain-kain ini untukku.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut,<br />
ia mengeluarkan jubah itu dan menunjukkannya pada mereka.<br />
Para bhikkhu yang hanya mengetahui bahwa warna jubah itu<br />
sangat bagus, tidak mengetahui jubah itu terbuat dari kain yang<br />
bagaimana, mengira jubah itu cukup kuat, bersedia memberikan<br />
kain baru mereka untuk ‘Pembuat Jubah’ itu dan pergi membawa<br />
jubah yang diserahkannya. Ketika jubah itu telah kotor dan dicuci<br />
dengan menggunakan air panas, bentuk aslinya akan muncul,<br />
215<br />
216