22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

membuat perbandingan serta alasan secara terus menerus pada<br />

dirinya akan memungkinkan saya untuk mendidiknya.”<br />

Karenanya ia meminta pemuda itu datang dan memberitahunya<br />

saat kembali dari mengumpulkan kayu bakar dan dedaunan<br />

untuk mengatakan padanya apa yang ia lihat, makan atau<br />

minum. Dan pemuda itu berjanji untuk melakukannya. Suatu hari,<br />

setelah melihat seekor ular saat pergi keluar bersama siswa<br />

lainnya untuk mengumpulkan kayu bakar di hutan, ia berkata,<br />

“Guru, saya melihat seekor ular.” “Seperti apakah bentuknya?”<br />

“Oh, seperti batang dari sebuah bajak.” “Ini adalah perbandingan<br />

yang bagus. Ular seperti batang dari sebuah bajak,” kata<br />

Bodhisatta, yang mulai mempunyai harapan bahwa akhirnya ia<br />

berhasil menangani murid tersebut.<br />

Di hari yang lain brahmana muda tersebut melihat seekor<br />

gajah di hutan dan memberi tahu gurunya. “Seperti apakah gajah<br />

itu?” “Oh, seperti batang dari sebuah bajak.” Gurunya tidak<br />

berkata apa-apa karena ia berpikir, belalai dan gading gajah<br />

membentuk kemiripan dengan batang dari sebuah bajak,<br />

barangkali kebodohan muridnya membuatnya menyebutnya<br />

secara umum (walaupun ia memikirkan belalai tersebut secara<br />

spesifik), karena ketidakmampuannya untuk menjelaskan secara<br />

terperinci.<br />

Pada hari ketiga ia diundang untuk makan tebu, dan<br />

sebagaimana biasanya ia menceritakannya kepada gurunya.<br />

“Seperti apakah tebu itu?” “Oh, seperti batang dari sebuah<br />

bajak.” “Tidak ada perbandingan yang lebih masuk akal lagi,”<br />

pikir gurunya, namun tidak berkata apa-apa. Di hari yang lain,<br />

kembali para siswanya diundang untuk makan sari gula dengan<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

dadih dan susu, dan ini juga dilaporkannya sebagaimana<br />

biasanya. “Seperti apakah bentuk dadih dan susu?” “Oh, seperti<br />

batang dari sebuah bajak.” Guru tersebut berpikir sendiri,<br />

“Pemuda ini benar saat mengatakan seekor ular seperti batang<br />

dari sebuah bajak, dan lebih kurang, walaupun tidak tepat,<br />

dengan mengatakan seekor gajah dan sebatang tebu<br />

mempunyai kemiripan yang sama. Namun dadih dan susu (yang<br />

selalu berwarna putih) mengambil bentuk seperti wadah dimana<br />

mereka ditempatkan; [449] di sini ia kehilangan seluruh<br />

perbandingan secara menyeluruh. Si bodoh ini tidak akan pernah<br />

bisa belajar.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia<br />

mengucapkan syair berikut ini : —<br />

Untuk segala hal ia menerapkan istilah<br />

dengan makna terbatas,<br />

Batang bajak dan dadih baginya adalah sama,<br />

tidak ada bedanya;<br />

— Si bodoh menganggap keduanya adalah sama.<br />

____________________<br />

Uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran<br />

tersebut dengan berkata, “Lāḷudāyi adalah si bodoh itu, dan Saya<br />

adalah guru besar yang sangat terkenal.”<br />

629<br />

630

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!