22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Timbulkan kepedihan akan penderitaan dalam dirinya;<br />

Ringankanlah penderitaanku!<br />

Dengan cara tersebut, seperti seorang majikan yang<br />

memanggil pelayannya, Bodhisatta memanggil Pajjunna, dan<br />

dengan cara demikian membuat hujan lebat turun dan<br />

membebaskan sejumlah makhluk dari ketakutan akan kematian.<br />

Setelah hidupnya berakhir, ia meninggal dunia dan terlahir<br />

kembali di alam yang sesuai dengan perbuatannya.<br />

_____________________<br />

“Jadi, ini bukan pertama kalinya, para Bhikkhu,” kata<br />

Sang Guru, “bahwa Bhagawan menyebabkan hujan turun. Ia<br />

juga melakukan hal yang sama pada kehidupan yang lampau,<br />

saat ia terlahir sebagai seekor raja ikan.” Setelah uraiannya<br />

berakhir, beliau menjelaskan kelahiran tersebut, “Para siswa<br />

Buddha adalah ikan-ikan pada waktu itu, Ananda adalah<br />

Pajjunna, raja para dewa, dan saya sendiri adalah raja ikan.”<br />

[Catatan : Cf. Cariyā-piṭaka (P.T.S. edition) hlm. 99.]<br />

No.76.<br />

ASAṀKIYA-JĀTAKA<br />

“Rasa takut tidak timbul dalam diriku saat di dusun,” dan<br />

seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Jetawana, mengenai seorang upasaka yang tinggal di Sawatthi.<br />

Menurut kisah yang disampaikan secara turun-temurun, lelaki ini,<br />

yang telah mencapai kesucian Sotāpanna dan merupakan<br />

seorang penganut yang saleh, pernah sekali melakukan<br />

perjalanan untuk beberapa urusan dagang dan lainnya bersama<br />

dengan seorang pemimpin karavan. Di hutan, kuk dilepaskan<br />

dari gerobak-gerobak itu dan sebuah perkemahan didirikan.<br />

Orang baik tersebut mulai mondar-mandir di kaki pohon di dekat<br />

pemimpin itu.<br />

Saat itu, ada lima ratus orang perampok, yang telah<br />

mengamati pergerakan mereka, mengepung tempat itu,<br />

bersenjatakan busur, alat pemukul, dan senjata lainnya, dengan<br />

tujuan merampok perkemahan tersebut. [333] Upasaka itu masih<br />

mondar-mandir. “Pasti ia adalah penjaga mereka,” kata para<br />

perampok itu saat mereka melihatnya, “kita akan menunggu<br />

hingga ia tidur, lalu merampok mereka.” Jadi, karena tidak bisa<br />

menyerang perkemahan itu, mereka berhenti di tempat mereka<br />

berdiri. Upasaka itu tetap mondar-mandir,—sepanjang penggal<br />

awal malam hari (18.00-22.00), sepanjang penggal tengah<br />

malam hari (22.00-02.00), dan sepanjang penggal akhir malam<br />

hari (02.00-06.00). Saat fajar menyingsing, para perampok yang<br />

tidak mendapatkan kesempatan, menjatuhkan batu dan alat<br />

pemukul yang telah mereka bawa, dan melarikan diri.<br />

Setelah urusannya selesai, upasaka tersebut kembali ke<br />

Sawatthi. Setelah menjumpai Sang Guru, bertanya kepada<br />

beliau, “Bhante, apakah dengan melindungi diri sendiri juga<br />

berarti telah melindungi orang lain?”<br />

423<br />

424

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!