22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

lantainya merupakan lapisan tanah yang wangi; bunga dan<br />

rangkaian bunga menghiasi dinding-dindingnya; dan sepanjang<br />

malam, sebuah lampu menerangi tempat tersebut. Namun,<br />

bukan hal-hal tersebut yang mendorong Rāhula menetap di<br />

sana, sama sekali bukan. Ia hanya menuruti perkataan para<br />

bhikkhu agar ia mencari tempat tinggal sendiri dan karena ia<br />

menghormati perintah yang diberikan kepadanya, juga karena<br />

keinginannya untuk menjalankan peraturan Sanggha. Biasanya,<br />

para bhikkhu dari waktu ke waktu, dengan alasan untuk<br />

mengujinya, begitu melihat kedatangannya dari jauh, selalu<br />

menjatuhkan sapu maupun pembersih debu lainnya ke lantai,<br />

kemudian pura-pura bertanya siapa yang telah menjatuhkan<br />

barang itu saat Rāhula telah dekat. “Yah, Rāhula yang datang<br />

dari arah itu,” merupakan perkataan mereka selanjutnya. Namun<br />

calon thera itu tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak<br />

mengetahui hal tersebut, dengan rendah hati ia memohon maaf<br />

dari para bhikkhu, dan tidak akan pergi sebelum ia dimaafkan;—<br />

begitu antusiasnya ia menjalankan peraturan-peraturan tersebut.<br />

Hal inilah yang merupakan penyebab utama ia mau tinggal di<br />

kamar mandi tersebut.<br />

Suatu hari, saat langit masih belum terang, Sang Buddha<br />

berdiri di depan kamar mandi dan berdehem. Suara tersebut di<br />

balas oleh Bhikkhu Rāhula. “Siapa yang berada di dalam sana?”<br />

tanya Sang Buddha. “Saya, Rāhula,” jawabnya; anak muda itu<br />

kemudian muncul dan memberi hormat kepada Sang Buddha.<br />

“Mengapa engkau tidur di sini, Rāhula?” “Karena saya tidak tahu<br />

harus pergi ke mana. Sebelum ini, para bhikkhu memperlakukan<br />

saya dengan sangat baik, Bhante; saat ini mereka semua takut<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

melakukan pelanggaran [162] sehingga mereka tidak bersedia<br />

menampungku lagi. Akhirnya saya tinggal di sini, karena saya<br />

pikir ini adalah tempat dimana saya tidak akan berhubungan<br />

dengan orang lain.”<br />

Sang Guru berpikir sendiri, “Jika Rāhula saja<br />

diperlakukan seperti ini, apa yang tidak bisa mereka lakukan<br />

terhadap anak-anak (muda) lainnya yang diterima dalam Bhikkhu<br />

Sanggha?” Hati-Nya tergerak untuk menunjukkan kebenaran.<br />

Maka saat pagi tiba, Beliau mengumpulkan semua bhikkhu, dan<br />

bertanya pada sang Panglima Dhamma, “Sāriputta, tahukah<br />

engkau dimana Rāhula tinggal selama ini?”<br />

“Tidak, Bhante, saya tidak tahu.”<br />

“Sāriputta, selama ini Rāhula tinggal di kamar mandi.<br />

Jika Rāhula saja mendapatkan perlakuan seperti ini, apa yang<br />

tidak bisa dilakukan mereka terhadap anak muda lain yang<br />

engkau terima dalam Sanggha? Perlakuan seperti ini tidak akan<br />

mampu diterima oleh mereka yang bergabung dalam Sanggha.<br />

Di masa yang akan datang, terimalah para samanera untuk<br />

tinggal di tempatmu selama satu atau dua hari, dan pada hari<br />

ketiga minta mereka untuk pindah ke tempat lain, dan engkau<br />

harus mengetahui tempat tinggal mereka.” Demikianlah Sang<br />

Guru menetapkan peraturan latihan dengan tambahan ini.<br />

Saat berkumpul di Balai Kebenaran, para bhikkhu<br />

membicarakan kebaikan Rāhula, “Lihatlah, Awuso, betapa<br />

besarnya niat Rāhula untuk menjalankan peraturan-peraturan itu.<br />

Saat mencari tempat tinggal, ia tidak mengatakan, ‘Saya adalah<br />

putra dari Sang Buddha; apa yang kamu lakukan di tempat ini?<br />

Berikan tempat tinggal ini kepadaku’. Tidak, tidak ada satu pun<br />

111<br />

112

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!