22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

akan mundur. Mohon kesediaan Bhante untuk menerima<br />

makanan yang saya bawakan ini.”<br />

Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau<br />

mengulangi syair berikut ini : —<br />

Lebih baik saya langsung terjun ke lubang<br />

sedalam jurang pemisah dari neraka, daripada<br />

melakukan hal yang demikian memalukan!<br />

Mohon Bhante bersedia, menerima uluran tangan yang<br />

membawakan persembahan ini!<br />

Dengan kata-kata ini, Bodhisatta memegang mangkuk<br />

yang berisikan makanan, melangkah maju dengan berani dan<br />

penuh ketetapan hati tepat ke permukaan lubang berapi itu.<br />

Namun saat ia melakukan hal tersebut, dari lubang sedalam<br />

delapan puluh kubik itu muncul bunga teratai yang besar dan<br />

tiada bandingannya, menyangga kaki Bodhisatta! Dari sana,<br />

timbul sejumlah serbuk yang jatuh ke kepala makhluk yang<br />

agung tersebut, hingga seluruh tubuhnya ditaburi oleh serbuk<br />

emas mulai dari kepala hingga ke ujung jari kakinya! Berdiri tepat<br />

di jantung teratai itu, ia melimpahkan semua makanan pilihan itu<br />

ke dalam mangkuk Pacceka Buddha tersebut.<br />

Setelah Pacceka Buddha menerima persembahan<br />

makanan itu dan menyampaikan terima kasihnya pada<br />

Bodhisatta, ia melemparkan mangkuknya ke langit, dan tepat<br />

dibawah tatapan semua orang, ia melayang ke udara, dan<br />

meninggalkan tempat itu untuk kembali ke Pegunungan<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Himalaya, ia terlihat menelusuri jalanan yang dibentuk oleh<br />

awan-awan yang tercipta secara ajaib.<br />

Dan Māra, yang telah kalah dan dipenuhi oleh<br />

kekesalan, kembali ke kediamannya.<br />

Bodhisatta yang masih berdiri di jantung bunga teratai,<br />

membabarkan [234] Dhamma kepada semua orang, memuji<br />

tentang praktik pemberian dana dan sila; setelah itu, ia berputar<br />

kembali dengan dikawal oleh sejumlah orang, masuk ke dalam<br />

rumahnya. Sepanjang hidupnya diisi dengan berdana dan<br />

kebaikan lainnya, hingga akhirnya ia meninggal dunia dan terlahir<br />

kembali ke alam bahagia, sesuai dengan perbuatannya.<br />

___________________<br />

Sang Guru berkata, “Tidak perlu heran, Tuan perumahtangga,<br />

bahwa engkau, dengan pengetahuan Dhamma-mu, tidak<br />

bisa dikuasai oleh makhluk dewata itu. Kekuatan yang<br />

sesungguhnya adalah apa yang dilakukan oleh ia yang bijaksana<br />

dan penuh dengan kebaikan di kehidupan yang lampau.” Setelah<br />

uraian tersebut berakhir, Sang Guru mempertautkan dan<br />

menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata,<br />

“Pacceka Buddha di masa itu telah meninggal dunia dan tidak<br />

pernah dilahirkan kembali lagi. Saya sendiri adalah saudagar<br />

besar dari Benares, yang mengalahkan Māra, dengan berdiri di<br />

jantung bunga teratai, mempersembahkan dana makanan ke<br />

dalam patta Pacceka Buddha tersebut.”<br />

[Catatan : Lihat ‘Strange Stories from a Chinese Studio’ I.396,<br />

karya Giles.]<br />

241<br />

242

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!