Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
tersebut untuk datang dan melahirkan di rumahnya. Dan<br />
mengirimnya pergi setelah ia melahirkan dengan memberikan<br />
sejumlah hadiah kepadanya. Bayi itu dijaga oleh wanita, dan<br />
tidak boleh ada lelaki — selain dirinya — yang boleh melihatnya.<br />
Setelah dewasa, gadis itu patuh padanya dan ia merupakan tuan<br />
bagi gadis tersebut.<br />
Saat gadis itu masih dalam proses tumbuh dewasa, ia<br />
menahan diri untuk tidak bermain dadu dengan raja; namun<br />
setelah gadis tersebut tumbuh dewasa dan berada di bawah<br />
kendalinya, ia menantang raja untuk bermain dadu. Raja<br />
menerimanya, dan permainan dimulai. Saat melempar dadu, raja<br />
menyanyikan syair keberuntungannya, dan pendeta itu menambahkan,<br />
— “Selalu kecuali gadis saya.” Keberuntungan pun<br />
berubah, sekarang pendeta itu yang menang sementara raja<br />
kalah.<br />
Setelah memikirkan hal tersebut baik-baik, Bodhisatta<br />
merasa curiga kalau pendeta itu mempunyai seorang gadis baik<br />
yang dikurung di dalam rumahnya. Ia melakukan penyelidikan<br />
untuk membuktikan kebenaran kecurigaannya. Kemudian, untuk<br />
menguji gadis tersebut, ia mengundang seorang penggoda<br />
wanita yang cerdik dan menanyakan kesanggupannya untuk<br />
menggoda gadis tersebut. “Pasti bisa, Paduka,” jawab anak<br />
muda itu. Maka raja memberikan uang kepadanya dan<br />
memintanya segera pergi, tanpa menghabiskan waktu lagi.<br />
Dengan uang pemberian raja, anak muda tersebut<br />
membeli wewangian, dupa dan berbagai jenis wewangian<br />
lainnya. Ia membuka sebuah kedai wewangian di dekat rumah<br />
pendeta tersebut. Rumah pendeta ini setinggi tujuh tingkat<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
dengan tujuh buah pintu gerbang, dimana masing-masing<br />
gerbang dijaga oleh seorang penjaga, — penjaga yang juga<br />
wanita — tidak ada lelaki selain brahmana itu sendiri yang<br />
diizinkan untuk masuk. Keranjang untuk keperluan bersih-bersih<br />
[291] diperiksa sebelum dibiarkan lewat. Hanya pendeta itu saja<br />
yang diizinkan untuk bertemu gadis tersebut, dan gadis itu hanya<br />
mempunyai seorang dayang wanita yang mendampinginya.<br />
Wanita ini mendapatkan uang yang diberikan kepadanya untuk<br />
membeli bunga-bungaan dan wewangian untuk majikannya,<br />
dalam perjalanannya ia selalu lewat di dekat kedai yang dibuka<br />
oleh penggoda wanita tersebut. Dan penggoda itu tahu dengan<br />
baik bahwa ia adalah dayang gadis tersebut. Ia melihat<br />
kedatangannya pada suatu hari, kemudian berlari keluar dari<br />
kedainya, bersimpuh di kaki wanita itu, mendekap lutut wanita itu<br />
erat-erat dengan kedua tangannya dan menangis, “Oh, Ibu!<br />
Kemana engkau pergi selama ini?”<br />
Para sekutunya, yang berdiri di sisi berandalan itu,<br />
berseru, “Betapa miripnya mereka! Tangan dan kuku, wajah dan<br />
bentuk tubuh, bahkan dalam hal berpakaian, mereka benarbenar<br />
sama!” Sementara satu dan yang lain terus menyatakan<br />
kemiripan yang mengagumkan itu, wanita itu kehilangan akal<br />
sehatnya. Sambil menangisi bahwa pemuda itu pasti adalah<br />
putranya, ia juga berlinangan air mata. Sambil menangis dengan<br />
air mata bercucuran, mereka berdua saling merangkul.<br />
Kemudian penggoda wanita itu bertanya, “Dimana engkau<br />
tinggal, Bu?”<br />
“Di atas rumah pendeta itu, Anakku. Ia mempunyai<br />
seorang istri yang masih muda dengan kecantikan yang tiada<br />
345<br />
346