22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

adalah pangeran yang waktu itu memblokir kota dan menjadi<br />

raja; Suppavāsā adalah ibunya, dan Saya adalah ayahnya, Raja<br />

Benares.”<br />

No.101.<br />

PAROSATA-JATAKA<br />

Jauh lebih baik dari seratus orang bodoh,<br />

walaupun mereka berpikir keras selama<br />

seratus tahun tiada henti,<br />

adalah satu orang yang, dengan mendengar (baik-baik),<br />

langsung mengerti.<br />

[411] Kisah ini hampir sama dengan kisah dalam<br />

Parosahassa-Jātaka (No.99), dengan satu-satunya perbedaan<br />

adalah ‘berpikir keras’ yang dapat dibaca di sini.<br />

No.102.<br />

PAṆṆIKA-JĀTAKA<br />

“Ia yang seharusnya memberikan,” dan seterusnya.<br />

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

mengenai seorang upasaka penjual sayuran di Sawatthi, yang<br />

memperoleh nafkah dengan menjual bermacam-macam akar<br />

tanaman dan sayuran, labu dan sejenisnya. Ia mempunyai<br />

seorang putri yang baik, suci, dan cantik, namun ia selalu<br />

tertawa. Saat ia dilamar untuk menikah oleh sebuah keluarga<br />

dengan lingkungan yang sama, ayahnya berpikir, “Ia harus<br />

menikah, namun ia selalu tertawa; dan seorang gadis yang tidak<br />

baik dinikahkan ke dalam sebuah keluarga yang asing akan<br />

membuat malu orang tua gadis tersebut. Saya harus memastikan<br />

apakah ia gadis yang baik atau bukan.”<br />

Maka suatu hari ia meminta putrinya membawa sebuah<br />

keranjang dan ikut bersamanya ke hutan untuk mencari tanaman<br />

(herba). Untuk menguji putrinya, ia menggandeng tangan<br />

anaknya sambil membisikkan kata-kata cinta. Gadis itu langsung<br />

meledak dalam tangisan dan mulai berseru bahwa hal seperti itu<br />

sangat mengerikan seperti api yang menyala di atas air, dan<br />

memohon ayahnya untuk menahan diri. Ayahnya mengatakan<br />

bahwa ia hanya bermaksud untuk mengujinya, dan mencari tahu<br />

apakah ia masih suci. Gadis itu menyatakan bahwa ia masih suci<br />

dan ia tidak pernah menatap pria (lain) dengan tatapan penuh<br />

cinta. Setelah menenangkan putrinya yang ketakutan, ia pun<br />

membawanya pulang ke rumah, dan menyelenggarakan jamuan<br />

makan serta menikahkan putrinya. Kemudian ia merasa ingin<br />

pergi untuk memberi hormat pada Sang Guru; ia membawa<br />

wewangian dan untaian bunga di tangan dan pergi ke Jetawana.<br />

Setelah selesai memberikan penghormatan dan persembahan, ia<br />

mengambil tempat duduk di dekat Sang Guru, yang<br />

memperhatikan bahwa telah lama ia absen sejak kedatangannya<br />

567<br />

568

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!