Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
ditanya mengapa menangis, ia berkata, “Paduka, engkau<br />
menemukan saya di pinggir jalan, dan wanita yang tinggal di<br />
tempat tinggal para istri raja di istana pasti sangat banyak.<br />
Tinggal di sini, di antara para musuh, saya akan merasa hancur<br />
jika mereka berkata, ‘Siapa yang tahu mengenai ayah dan<br />
ibumu, atau tentang keluargamu? Engkau dipungut di pinggir<br />
jalan.’ Namun jika Paduka memberikan kekuatan dan kekuasaan<br />
atas kerajaan kepada saya, tidak ada orang yang akan berani<br />
mengganggu saya dengan ejekan seperti itu.”<br />
“Sayang, saya tidak mempunyai kekuatan atas semua<br />
yang menetap di seluruh pelosok kerajaan; saya bukan tuan dan<br />
majikan mereka. Saya hanya mempunyai hak hukum atas<br />
mereka yang memberontak atau melakukan kesalahan 184 . Maka<br />
saya tidak bisa memberikan kekuatan dan kekuasaan padamu<br />
atas seluruh kerajaan ini.”<br />
“Kalau begitu, Paduka, jika engkau tidak bisa<br />
memberikan kekuasaan atas kerajaan maupun kota ini, paling<br />
tidak berikan kekuasaan dalam istana ini padaku, sehingga saya<br />
bisa memerintah atas mereka yang tinggal di sini.”<br />
Terlalu mencintai daya tariknya sehingga tidak bisa<br />
menolak, raja pun memberikan kekuasaan dalam istana dan<br />
memintanya untuk memerintah mereka [399]. Merasa puas, ia<br />
menunggu hingga raja tertidur, kemudian menuju kota para<br />
yaksa dan kembali bersama semua yaksa ke dalam istana. Ia<br />
sendiri yang membunuh raja dan menyantapnya, kulit, urat dan<br />
daging, hanya menyisakan tulang belulang. Yaksa-yaksa yang<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
lain memasuki gerbang, melahap semua yang mereka temui,<br />
tanpa menyisakan apa pun, baik unggas maupun anjing yang<br />
masih hidup. Keesokan harinya, saat orang-orang berdatangan<br />
dan melihat gerbang masih tertutup, mereka memukulinya dan<br />
dengan tidak sabar berteriak, kemudian masuk dengan<br />
kekerasan,—hanya menemukan seluruh kerajaan dipenuhi oleh<br />
tulang yang berserakan. Mereka berseru, “Kalau begitu, orang itu<br />
benar saat mengatakan ia bukan istrinya, melainkan yaksa<br />
wanita. Dengan tidak bijaksana, raja telah membawanya pulang<br />
untuk menjadi istrinya, dan tidak diragukan lagi ia mengumpulkan<br />
yaksa lainnya, melahap semua orang, dan pergi.”<br />
Pada saat itu, Bodhisatta dengan pasir yang telah<br />
diberikan mantra di kepalanya, dan benang jimat terjalin<br />
mengelilingi keningnya, sedang berdiri di rumah peristirahatan<br />
itu, dengan pedang di tangan, menunggu fajar tiba. Sementara<br />
orang-orang itu, pada saat yang sama, membersihkan kerajaan,<br />
menghiasi lantainya sekali lagi, memerciki wewangian di lantai,<br />
menyebarkan bunga-bunga, menggantung bunga-bunga yang<br />
harum di atap dan menghiasi dinding dengan rangkaian bunga,<br />
serta membakar dupa wangi di tempat itu. Kemudian mereka<br />
berdiskusi bersama, berkata sebagai berikut: — “Orang yang<br />
bisa mengendalikan indranya dengan begitu hebat saat melihat<br />
yaksa wanita dengan kecantikannya mengikutinya dari belakang,<br />
adalah orang yang tinggi budinya dan teguh hatinya, dan<br />
dipenuhi oleh kebijaksanaan. Dengan orang seperti itu sebagai<br />
raja, akan baik untuk seluruh kerajaan. Mari kita jadikan dia<br />
sebagai raja.”<br />
184<br />
Bandingkan Milinda-pañho 359 untuk penjelasan yang terperinci mengenai hak istimewa<br />
terbatas dari para raja.<br />
549<br />
550