Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
taranya, bagaikan seorang dewi yang agung; Saya adalah<br />
dayangnya.” “Kemana engkau akan pergi, Bu?” “Membeli bunga<br />
dan wewangian untuknya.” “Mengapa pergi ke tempat lain untuk<br />
membelinya? Datanglah ke tempatku lain kali,” kata pemuda<br />
tersebut. Ia memberikan beragam wewangian dana dan bunga<br />
kepada wanita itu, menolak pembayaran darinya. Terkejut<br />
melihat jumlah bunga dan wewangian yang dibawa oleh<br />
dayangnya, gadis itu bertanya mengapa brahmana itu merasa<br />
senang kepadanya hari itu. “Mengapa engkau menyatakan hal<br />
itu, Nak?” tanya wanita tua itu. “Karena jumlah barang-barang<br />
yang engkau bawa pulang.” “Tidak, brahmana itu tidak<br />
membayar untuk barang-barang ini,” jawab wanita itu, “saya<br />
mendapatkannya di tempat anak saya.” Mulai saat itu, ia<br />
menyimpan uang yang diberikan oleh brahmana itu dan<br />
mendapatkan bunga serta barang-barang lainnya secara gratis di<br />
kedai tersebut.<br />
Beberapa hari kemudian, anak muda itu berpura-pura<br />
sakit, dan berbaring di tempat tidurnya. Saat wanita tua itu<br />
datang ke kedainya dan menanyakan keberadaan anaknya, ia<br />
diberitahukan bahwa anaknya sedang sakit. Wanita itu segera<br />
pergi ke sisi anaknya, memegang bahu anaknya dengan penuh<br />
kasih, sambil bertanya apa yang menyebabkan ia sakit. Namun,<br />
ia tidak menjawab. “Mengapa engkau tidak mau mengatakannya<br />
kepadaku, Anakku?” “Saya tidak bisa mengatakannya padamu<br />
walaupun saya harus mati, Bu.” “Jika engkau tidak mengatakannya<br />
kepadaku [292] siapa lagi yang bisa engkau<br />
beritahukan?” “Baiklah kalau begitu, Bu. Penyakitku adalah,<br />
setelah mendengar pujianmu terhadap kecantikan nyonya<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
mudamu, saya jatuh cinta kepadanya. Jika bisa<br />
mendapatkannya, saya akan sembuh; namun jika tidak bisa, ini<br />
akan menjadi ranjang kematianku.” “Serahkan masalah ini<br />
padaku, Anakku,” kata wanita tua itu dengan gembira; “jangan<br />
mengkhawatirkan masalah ini.” Kemudian — dengan sejumlah<br />
muatan wewangian dan bunga-bungaan yang dibawa olehnya —<br />
ia pulang dan berkata kepada istri brahmana yang masih muda<br />
itu, “Aduh, anakku ini jatuh cinta kepadamu, hanya karena aku<br />
memberitahukan padanya betapa cantiknya engkau! Apa yang<br />
harus aku lakukan?”<br />
“Jika engkau bisa memasukkan ia kemari,” jawab gadis<br />
itu, “engkau bisa menyerahkannya padaku.”<br />
Sejak itu, wanita tua itu ikut melakukan pekerjaan<br />
membersihkan semua debu yang bisa ia temui di rumah itu, dari<br />
atas hingga ke bawah; debu-debu itu dikumpulkan dalam sebuah<br />
keranjang bunga besar, yang berusaha dilewatkannya<br />
bersamanya. Ketika pemeriksaan dilakukan seperti biasa, ia<br />
akan mengosongkan debu-debu itu di sekitar wanita penjaga<br />
tersebut, yang akhirnya menghilang untuk mengobati penyakit<br />
tertentu karenanya. Dengan cara yang sama ia menangani<br />
semua penjaga lainnya, melimpahkan debu pada setiap penjaga<br />
yang menyatakan sesuatu kepadanya. Sejak saat itu hingga<br />
seterusnya, tidak peduli apa pun yang dibawa masuk maupun<br />
keluar dari rumah tersebut oleh wanita tua itu, tidak ada orang<br />
yang berani untuk menggeledahnya. Sekaranglah saatnya!<br />
Wanita tua itu menyelundupkan penggoda tersebut ke dalam<br />
rumah melalui sebuah keranjang bunga, dan membawanya<br />
menemui nyonya mudanya. Lelaki tersebut berhasil merusak<br />
347<br />
348