Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
putraku, dan membuatnya mengetahui bahwa perbuatan akan<br />
membawa akibat perbuatan. Saya akan meyakinkannya,<br />
membuat ia menjadi murah hati dan pantas untuk terlahir kembali<br />
di alam dewa.” Maka ia turun ke dunia, sekali lagi menjalani caracara<br />
kehidupan manusia, mengambil bentuk yang sama dengan<br />
Bendahara Illisa, dengan kepincangan, bungkuk dan julingnya.<br />
Dengan samaran seperti itu, ia memasuki Kota Rajagaha, dan<br />
melakukan perjalanan menuju gerbang istana, memohon agar<br />
kedatangannya disampaikan kepada raja. “Biarkan ia masuk,”<br />
kata raja. Ia masuk dan berdiri dengan penuh hormat di hadapan<br />
raja.<br />
“Apa yang membuat engkau datang di waktu yang tidak<br />
biasanya, Tuan Bendahara Besar?” tanya raja. “Saya datang,<br />
Maharaja, karena saya memiliki kekayaan delapan ratus juta di<br />
rumah saya. Saya berkenan memberikannya untuk mengisi<br />
kamar kekayaan Raja.” “Tidak, Tuan Bendaharaku; [351]<br />
kekayaan di dalam istanaku lebih besar dari kekayaanmu.”<br />
“Maharaja, jika Anda tidak menginginkannya, maka saya akan<br />
berikan kepada siapa pun yang ingin saya berikan.” “Lakukanlah<br />
dengan kesungguhan, Bendahara,” kata raja. “Akan saya<br />
lakukan, Maharaja,” jawab Illisa samaran itu, kemudian dengan<br />
penuh hormat berangkat dari sana menuju rumah Bendahara<br />
tersebut. Semua pelayannya berkumpul mengelilinginya, namun<br />
tidak ada yang tahu bahwa ia bukan majikan mereka yang<br />
sebenarnya. Setelah masuk, ia berdiri di ambang pintu,<br />
memanggil penjaga pintunya, yang menerima perintah bahwa<br />
jika ada orang yang menyerupai dirinya muncul dan menyatakan<br />
diri sebagai majikan dari rumah tersebut, mereka harus<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
mementung dengan kuat orang seperti itu, dan mengusirnya.<br />
Kemudian, setelah menaiki tangga menuju ke lantai atas, ia<br />
duduk di sebuah kursi yang mewah dan memanggil istri Illisa.<br />
Ketika wanita tersebut masuk, ia berkata dengan wajah penuh<br />
senyuman, “Sayangku, mari kita berderma.”<br />
Mendengar kata-kata tersebut, istri, anak-anak, dan para<br />
pelayannya berpikir, “Butuh waktu yang begitu lama baginya<br />
untuk mempunyai pikiran seperti ini. Ia pasti telah minum sampai<br />
bisa berkelakuan begitu baik dan dermawan hari ini.” Dan istrinya<br />
menjawab, “Jadilah semurah hati yang engkau inginkan,<br />
Suamiku.” “Kirimkan penyampai berita,” katanya, “dan minta dia<br />
mengumumkan dengan diiringi bunyi genderang ke seluruh kota<br />
bahwa siapa pun yang menginginkan emas, perak, berlian,<br />
mutiara, dan sejenisnya, untuk datang ke rumah Bendahara<br />
Illisa.” Istrinya melakukan apa yang ia minta, dan dengan segera<br />
sejumlah besar orang berkerumun di depan rumahnya dengan<br />
membawa keranjang dan karung. Sakka kemudian<br />
memerintahkan agar kamar penyimpanan harta dibuka dan<br />
berseru, “Ini adalah hadiah saya untuk kalian; ambillah apa yang<br />
kalian inginkan dan pergilah.” Kerumunan orang itu segera<br />
mengambil kekayaan yang tersimpan di sana, menumpuknya<br />
dalam timbunan di lantai dan mengisi karung serta wadah yang<br />
mereka bawa, dan pergi setelah memuat barang-barang yang<br />
mereka inginkan. Di antara mereka terdapat seorang penduduk<br />
dusun yang memasang kuk pada sapi-sapi jantan Illisa pada<br />
gerobak Illisa, mengisinya dengan tujuh macam benda berharga,<br />
dan menempuh perjalanan ke luar kota melalui jalan utama.<br />
Dalam perjalanannya, ia mendekati semak belukar itu, dan<br />
463<br />
464