22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

beracun ini untuk dimakan olehnya dan membunuhnya.” Setelah<br />

makan bagiannya lebih dahulu, ia meracuni sisa nasi itu, lalu<br />

dibawanya ke dalam hutan. Namun ia tidak sempat melakukan<br />

rencananya, ketika penjahat yang satunya lagi memotongnya<br />

menjadi dua bagian dengan menggunakan pedang, dan<br />

menyembunyikan mayatnya di suatu tempat yang terpencil.<br />

Kemudian ia makan nasi beracun itu, dan meninggal di tempat<br />

pada saat itu juga. Demikianlah, karena harta tersebut, tidak<br />

hanya brahmana itu, namun semua penjahat itu menjadi binasa.<br />

Sementara itu, satu dua hari kemudian, Bodhisatta<br />

kembali dengan membawa uang tebusannya. Tidak menemukan<br />

gurunya ditempat ia meninggalkannya, namun melihat harta<br />

benda berserakan di sekitar tempat itu, hatinya merasa khawatir<br />

bahwa, walaupun ia telah memberi nasihat, gurunya pasti telah<br />

menurunkan hujan harta benda dari langit, dan semuanya telah<br />

tewas sebagai akibatnya; ia menelusuri sepanjang jalan tersebut.<br />

Dalam perjalanannya, ia menemukan mayat gurunya yang<br />

terbelah menjadi dua bagian, tergeletak di tengah jalan. “Aduh!”<br />

serunya, “ia meninggal karena tidak mau mendengar peringatan<br />

yang saya berikan.” Kemudian dengan kayu-kayu yang<br />

terkumpul olehnya, ia membuat sebuah tumpukan kayu bakar<br />

dan membakar jasad gurunya, memberikan persembahan<br />

berupa bunga-bunga. Saat berjalan lebih jauh, ia tiba di tempat<br />

dimana lima ratus orang “Pengutus” tergeletak, dan berjalan lebih<br />

jauh lagi, ia menemukan dua ratus lima puluh mayat, demikian<br />

seterusnya hingga ia hanya menemukan dua mayat di sana.<br />

Memperhatikan bagaimana sembilan ratus sembilan puluh<br />

delapan orang telah tewas, ia merasa yakin masih ada dua orang<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

lagi yang masih hidup, dan tidak ada yang dapat menghentikan<br />

mereka lagi. Ia memaksakan diri untuk melihat kemana mereka<br />

pergi. Ia berjalan terus, hingga akhirnya menemukan jalan<br />

dimana bersama harta tersebut mereka berbelok masuk ke<br />

dalam hutan; dan disana, ia menemukan buntelan harta benda,<br />

dan satu orang perampok yang terbaring mati dengan mangkuk<br />

nasi yang terbalik di sisinya. Menyadari keseluruhan kejadian itu<br />

dengan melihat secara sekilas, Bodhisatta mencari orang yang<br />

hilang itu, akhirnya ia menemukan mayatnya di suatu tempat<br />

yang terpencil dimana ia dilemparkan [256]. “Demikianlah,”<br />

renung Bodhisatta, “karena tidak mendengar nasihatku, guru<br />

yang mengikuti keinginannya sendiri telah membinasakan tidak<br />

hanya dirinya sendiri, namun juga seribu orang lainnya. Benar,<br />

mereka sendiri yang menerima akibat kekeliruan dan salah jalan,<br />

yang akhirnya menemui kehancuran, walaupun ia adalah guruku<br />

sendiri.” Ia mengulangi syair berikut ini :<br />

Usaha yang salah membawa kehancuran, bukannya<br />

keuntungan;<br />

Para perampok membunuh Vedabbha, dan akhirnya<br />

mereka sendiri juga terbunuh.<br />

Demikianlah yang disampaikan oleh Bodhisatta, ia<br />

berkata lebih lanjut, — “Bahkan usaha guru saya yang salah arah<br />

dengan mengupayakan turunnya hujan harta benda dari langit,<br />

mengakibatkan kematiannya dan kehancuran bagi orang lain<br />

yang bersama dengannya; Tetap saja, setiap orang yang salah<br />

mengartikan pencarian terhadapan pedoman demi<br />

283<br />

284

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!