Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
keluar dengan membawa kalung tersebut. Saya tidak melihat<br />
bagaimana ada orang, baik di dalam maupun di luar, yang bisa<br />
mengamankannya. Yang sebenarnya adalah orang malang yang<br />
sial ini, mengatakan ia telah memberikannya kepada<br />
Bendaharawan adalah demi menyelamatkan dirinya sendiri;<br />
Bendaharawan mengatakan ia telah memberikannya kepada<br />
Pendeta Kerajaan dengan harapan ia bisa terbebaskan jika<br />
melemparkannya kepada Pendeta itu. Lebih lanjut, Pendeta<br />
mengatakan ia telah memberikannya kepada Pemain Musik,<br />
karena ia mengira Pemain Musik itu akan menghabiskan waktu<br />
dengan gembira di dalam penjara; sementara Pemain Musik itu<br />
melibatkan gadis penari itu, hanya demi menghibur diri<br />
didampinginya selama berada di dalam tahanan. Tidak ada satu<br />
orang pun di antara mereka yang melakukan pencurian itu. Disisi<br />
lain, pekarangan tersebut dipenuhi oleh kera-kera, kalung itu<br />
pasti berada di tangan salah seekor kera betina.”<br />
Saat tiba dikesimpulan itu, Bodhisatta pergi menghadap<br />
raja dengan permohonan agar para tersangka diserahkan<br />
kepadanya dan ia boleh menguji mereka secara pribadi atas<br />
masalah tersebut. “Melalui segala cara, Temanku yang<br />
bijaksana,” kata raja, “selidikilah masalah tersebut.”<br />
Bodhisatta meminta pelayannya menghadap dan<br />
mengatakan pada mereka dimana kelima tahanan tersebut<br />
ditempatkan, dan berkata, “Awasi mereka baik-baik; dengarkan<br />
semua pembicaraan mereka dan laporkan semuanya pada<br />
saya.” Para pelayannya melakukan apa yang ia minta. Saat para<br />
tahanan itu duduk bersama, Bendaharawan berkata pada orang<br />
kampung itu, “Katakan pada saya, Orang sial, dimana kita<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
bertemu sebelum ini; katakan kapan engkau memberikan kalung<br />
itu kepada saya.” “Tuan,” kata orang kampung itu, “ saya tidak<br />
pernah memiliki sesuatu yang berharga, termasuk sebuah<br />
bangku atau alas tidur yang tidak reyot. Saya pikir dengan<br />
bantuan darimu, saya bisa keluar dari masalah ini, sehingga saya<br />
mengeluarkan ucapan itu. Jangan marah pada saya, Tuan.”<br />
Pendeta [386] balik bertanya pada Bendaharawan, “Bagaimana<br />
engkau bisa memberikan kepadaku apa yang tidak diberikan<br />
orang ini padamu?” “Saya mengatakan itu karena saya pikir jika<br />
kita berdua, petinggi di istana, bersatu, kita akan bisa segera<br />
menyelesaikan masalahnya.” “Brahmana,” sekarang Pemain<br />
Musik yang bertanya kepada Pendeta, “kapan, saya mohon,<br />
engkau memberikan permata itu kepada saya?” “Saya<br />
mengatakan hal tersebut,” jawab Pendeta, “karena saya pikir<br />
engkau bisa menghabiskan waktu dengan lebih menyenangkan.”<br />
Terakhir, gadis penari itu bertanya, “Oh, Engkau musisi sialan,<br />
engkau tidak pernah mengunjungi saya, tidak juga saya padamu.<br />
Kapan kalung itu engkau berikan kepadaku, seperti<br />
perkataanmu?” “Mengapa marah?” kata musisi itu, “kita berlima<br />
harus tinggal bersama selama beberapa waktu; mari kita<br />
tunjukkan wajah gembira dan bersenang-senang bersama.”<br />
Percakapan ini disampaikan kepada Bodhisatta oleh<br />
wakilnya, ia menjadi yakin bahwa kelima orang ini tidak bersalah<br />
atas perampokan tersebut, dan bahwa seekor kera betina telah<br />
mengambil kalung itu. “Saya harus mencari cara agar kera betina<br />
itu mengembalikan kalungnya,” kata Bodhisatta pada dirinya<br />
sendiri. Maka ia minta sejumlah kalung manik-manik dibuat.<br />
Selanjutnya ia membuat sejumlah kera ditangkap dan dilepaskan<br />
527<br />
528