22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

bhikkhu itu, meminta ia memberi satu potongan di sini dan satu<br />

potongan di sana, [432] hingga petapa yang hatinya dipenuhi<br />

prasangka itu kehilangan kesabarannya. Dalam kemarahannya<br />

ia berseru, “Siapa kamu, mengajari saya bagaimana cara<br />

membelah kayu?” Dan mengangkat kapaknya yang tajam<br />

membelah bhikkhu tersebut hingga mati dengan satu pukulan.<br />

Dan Bodhisatta menguburkan mayat bhikkhu tersebut.<br />

Di sebuah sarang semut dekat pertapaan tersebut<br />

tinggallah seekor ketitir 198 yang selalu mengeluarkan bunyi yang<br />

nyaring saat pagi dan sore hari di atas sarang semut tersebut.<br />

Mengenali suara ketitir, seorang pemburu membunuh unggas itu<br />

dan membawanya pergi. Kehilangan suara unggas tersebut,<br />

Bodhisatta bertanya pada para petapa mengapa suara tetangga<br />

mereka, si ketitir, tidak terdengar lagi sekarang. Mereka<br />

menceritakan padanya apa yang telah terjadi, dan ia mengaitkan<br />

kedua kejadian itu dalam syair berikut ini: —<br />

Seperti kematian ketitir karena<br />

suaranya yang bising,<br />

demikianlah ocehan dan bualan<br />

mencelakai orang bodoh ini hingga meninggal.<br />

Setelah mengembangkan empat kediaman luhur di<br />

dalam dirinya, Bodhisatta kemudian terlahir kembali di alam<br />

brahma.<br />

____________________<br />

198<br />

tittira. KBBI: ketitir adalah burung kecil yang suaranya nyaring dan panjang, biasa<br />

dipertandingkan suaranya; perkutut.<br />

603<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, sama seperti saat ini,<br />

demikian juga di kehidupan yang lampau, lidah Kokālika<br />

mengakibatkan kehancuran bagi dirinya.” Di akhir khotbah Beliau<br />

menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Kokālika adalah<br />

petapa tukang oceh di masa itu, para pengikutku adalah<br />

rombongan petapa itu, dan Saya adalah guru mereka.”<br />

No.118.<br />

VAṬṬAKA-JĀTAKA<br />

“Orang yang tidak bijaksana,” dan seterusnya. Kisah ini<br />

diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai<br />

putra dari seorang saudagar besar. Saudagar besar ini dikatakan<br />

sebagai orang yang kaya di Sawatthi, dan istrinya merupakan ibu<br />

dari makhluk yang sangat bijak dari alam brahma, yang tumbuh<br />

dewasa seelok brahma. [433] Suatu hari saat perayaan Kattikā<br />

diselenggarakan di Sawatthi, seluruh penduduk larut dalam<br />

perayaan tersebut. Rekan-rekannya, putra dari orang kaya<br />

lainnya, telah memiliki istri, namun putra saudagar kaya yang<br />

telah lama hidup di alam brahma itu telah bebas dari nafsu<br />

duniawi. Rekan-rekannya berkomplot untuk mendapatkan<br />

seorang pasangan untuknya dan membuat ia terus bergembira<br />

bersama mereka. Maka mereka berkata kepadanya, “Teman<br />

yang baik, ini adalah perayaan Kattikā yang menyenangkan.<br />

Tidak bisakah kami mencarikan seorang pasangan untukmu dan<br />

604

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!