22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

“Tidak ada tempat untukmu di sini. Ambillah sedikit beras<br />

sumbangan, temukan suatu tempat untuk memasak dan<br />

menyantapnya, kemudian pergi dan jangan pernah<br />

mengunjungiku lagi.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut,<br />

orang kaya tersebut mengirim seorang pelayan dengan perintah<br />

memberi temannya yang malang seperdelapan bagian pohon<br />

yang telah dipangkas untuk dibawa pulang dengan diikatkan<br />

pada sudut bajunya;— dan ini, walaupun saat ini ia mempunyai<br />

seratus kereta yang diisi dengan beras terbaik yang telah ditebah<br />

keluar dan tersimpan dalam lumbung yang penuh sesak. Yah,<br />

penjahat ini, yang telah dengan tenangnya mengambil empat<br />

ratus juta hartanya, sekarang mendermakan seperdelapan<br />

bagian pohon yang telah dipangkas pada orang yang telah begitu<br />

murah hati padanya! Menuruti perintahnya, pelayan itu mengukur<br />

pohon yang telah dipangkas dalam sebuah keranjang dan<br />

memberikannya kepada Bodhisatta, yang berdebat dengan<br />

dirinya sendiri apakah harus menerima atau menolak. Ia berpikir,<br />

“Orang yang tidak tahu berterima kasih ini menghancurkan<br />

persahabatan kami karena saya telah bangkrut. Jika saya<br />

menolak pemberiannya yang tak berharga, saya akan menjadi<br />

seburuk dia. Betapa rendahnya orang yang mencela pemberian<br />

yang sederhana, menghina makna utama persahabatan. Karena<br />

itu, bagian saya untuk memenuhi persahabatan ini sejauh di<br />

pihak saya, dengan mengambil hadiah darinya berupa pohon<br />

yang telah dipangkas. Maka ia mengikatkan pohon yang telah<br />

dipangkas tersebut di sudut bajunya dan berjalan kembali ke<br />

tempat ia meninggalkan istrinya.<br />

“Apa yang engkau dapatkan, Tuanku?” tanya istrinya.<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

“Teman kita Piliya memberikan pohon yang telah<br />

dipangkas ini kepada kita, dan tidak mau berurusan dengan kita<br />

lagi.”<br />

“Oh, mengapa engkau menerimanya? Apakah ini<br />

balasan yang sesuai dengan uang empat ratus juta?”<br />

“Jangan menangis, Istriku,” kata Bodhisatta. “saya<br />

mengambilnya hanya karena tidak ingin melanggar makna<br />

persahabatan. Mengapa menangis?” Setelah mengucapkan<br />

kata-kata tersebut ia membacakan syair berikut ini : —<br />

Jika seorang teman memainkan peran sebagai orang<br />

pelit nan egois, maka seorang bodoh telah terjelma di<br />

dalam dirinya;<br />

[468] Pemberiannya berupa pohon yang telah dipangkas akan<br />

saya ambil, dan tidak membuat persahabatan kami putus<br />

karena ini.<br />

Namun istrinya tetap menangis.<br />

Pada saat yang sama, seorang pekerja ladang yang<br />

telah diberikan Jutawan kepada Piliya melewati tempat itu dan<br />

mendekat saat mendengar suara tangisan mantan majikannya.<br />

Mengenali tuan dan nyonyanya, ia berlutut di kaki mereka, dan<br />

dengan air mata serta isak tangis, menanyakan alasan<br />

kedatangan mereka. Bodhisatta menceritakan kejadian yang<br />

menimpa mereka.<br />

“Pertahankan semangatmu,” kata lelaki tersebut<br />

menenangkan, dan membawa mereka ke tempat tinggalnya, di<br />

sana ia menyediakan air mandi yang wangi dan makanan untuk<br />

659<br />

660

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!