Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
yang mewarisi tahtanya. Saya akan mencari dengan sungguhsungguh<br />
cara untuk mengakhiri pembunuhan ini. Saya akan<br />
memikirkan beberapa cara yang cerdik agar mereka dapat<br />
dihentikan tanpa mencelakakan satu makhluk pun.” Dengan<br />
suasana hati seperti itulah, suatu hari pangeran menaiki kereta<br />
kerajaan untuk pergi ke luar kota. Di tengah perjalanannya, ia<br />
melihat kerumunan orang di bawah sebuah pohon beringin yang<br />
suci. Mereka sedang berdoa pada dewa yang terlahir di pohon<br />
tersebut, untuk menganugerahkan mereka anak laki-laki dan<br />
perempuan, kehormatan dan kesehatan, sesuai dengan<br />
kehendak mereka masing-masing. Turun dari kereta kerajaaan,<br />
Bodhisatta mendekati pohon tersebut dan bertindak seperti salah<br />
seorang pemuja dengan mempersembahkan bunga dan<br />
wewangian, memerciki pohon tersebut dengan air dan<br />
mengelilingi batang pohon tersebut dengan penuh hormat.<br />
Setelah itu, ia menaiki kereta kerajaannya dan kembali<br />
menelusuri jalan ke kota.<br />
Sejak saat itu, pangeran selalu melakukan perjalanan<br />
seperti itu dari waktu ke waktu, mengunjungi pohon itu [260] dan<br />
menyembahnya seperti seorang penganut sejati para dewa.<br />
Setelah ayahnya meninggal, Bodhisatta menggantikannya<br />
memerintah negeri itu. Ia menjauhi diri dari empat ajaran<br />
sesat dan mempraktikkan sepuluh kebaikan yang mulia. Ia<br />
memerintah rakyatnya dengan penuh keadilan. Sekarang telah<br />
tiba saat untuk meneruskan keinginannya, ia telah menjadi raja,<br />
Bodhisatta akan membuat dirinya memenuhi keputusannya di<br />
masa yang lalu. Ia mengumpulkan para menteri, brahmana,<br />
golongan masyarakat baik-baik dan golongan masyarakat<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
lainnya, menanyakan apakah mereka tahu bagaimana cara ia<br />
menjadikan dirinya sebagai seorang raja. Tidak ada orang yang<br />
bisa menjawabnya.<br />
“Pernahkah kalian melihat saya dengan penuh hormat<br />
menyembah pohon beringin dengan wewangian dan sejenisnya,<br />
dan membungkukkan diri di hadapan pohon itu?”<br />
“Kami pernah melihatnya, Paduka,” jawab mereka.<br />
“Baiklah, saya membuat sebuah sumpah; dan sumpah<br />
itu adalah, jika saya menjadi raja, saya akan memberikan<br />
persembahan kepada pohon tersebut. Sekarang dengan bantuan<br />
dewa, saya telah menjadi raja. Saya akan mempersembahkan<br />
apa yang saya janjikan untuk dikorbankan. Karena itu,<br />
persiapkanlah hal itu secepat mungkin.”<br />
“Apa yang harus kami persiapkan?”<br />
“Sumpahku,” kata raja tersebut, “adalah seperti ini : —<br />
semua yang kecanduan melakukan lima jenis perbuatan buruk,<br />
yakni pembunuhan dan lain sebagainya, dan semua yang<br />
menempuh sepuluh jalan yang tidak benar, mereka akan saya<br />
bunuh, daging dan darah mereka, serta isi perut dan organ tubuh<br />
mereka, akan saya jadikan persembahan. Umumkanlah dengan<br />
iringan bunyi genderang, bahwa raja kita, saat masih bergelar<br />
Raja Muda, pernah bersumpah jika ia menjadi seorang raja, akan<br />
membunuh dan mempersembahkan korban, berupa mereka<br />
yang melanggar sila. Sekarang, raja akan membunuh seribu<br />
orang dari mereka yang kecanduan melakukan lima jenis<br />
perbuatan buruk, atau menempuh sepuluh jalan yang tidak<br />
benar. Dengan jantung dan daging dari seribu orang, sebuah<br />
persembahan akan dilakukan untuk menghormati para dewa.<br />
291<br />
292