Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun,<br />
pada masa itu para bhikkhu, sebagian besar, selalu menyisakan<br />
dengan sesuka hati mereka, jika mendapatkan sesuatu dari ibu<br />
atau ayah, saudara lelaki atau perempuan, paman atau bibi,<br />
maupun kerabat lainnya. Berdebat bahwa dalam posisi perumahtangga<br />
sudah selayaknya menerima barang dari orang-orang itu,<br />
mereka, sebagai bhikkhu, tidak menunjukkan kehati-hatian atau<br />
perhatian sebelum menggunakan makanan, pakaian dan<br />
kebutuhan lainnya yang diberikan oleh kerabat mereka. Melihat<br />
hal tersebut, Sang Guru merasa ia harus memberi teguran<br />
kepada para bhikkhu. Maka Beliau mengumpulkan mereka<br />
semua, dan berkata, “Para Bhikkhu, tidak masalah apakah [388]<br />
pemberi dana adalah saudara atau bukan, pemakaian segala<br />
sesuatu harus selalu penuh kehati-hatian. Bhikkhu yang tidak<br />
berhati-hati dalam pemakaian kebutuhan yang diberikan<br />
kepadanya, akan membawa kelahiran kembali sebagai yaksa<br />
atau peta. Pemakaian yang sembrono seperti minum racun; dan<br />
racun mempunyai kemampuan membunuh yang sama, baik<br />
diberikan oleh kerabat maupun orang asing. Di kehidupan yang<br />
lampau, seseorang minum racun yang diberikan oleh orang yang<br />
dekat dan yang sangat disayangi olehnya, karenanya ia<br />
menemui ajalnya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut,<br />
Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.”<br />
____________________<br />
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,<br />
Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang saudagar yang<br />
sangat kaya. Ia mempunyai seorang penggembala yang, ketika<br />
jagung telah siap dipanen, membawa sapi-sapinya ke hutan, dan<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
menjaga mereka di sana, pada sebuah tempat perlindungan,<br />
membawakan hasil ternak-ternak tersebut kepada saudagar<br />
tersebut dari waktu ke waktu. Di dekat tempat perlindungan<br />
tersebut, tinggallah seekor singa; dan rasa takut terhadap singa<br />
itu membuat sapi-sapi itu hanya menghasilkan sedikit susu.<br />
Maka, saat penggembala itu membawakan hasil ternaknya,<br />
saudagar tersebut bertanya mengapa hasilnya hanya sedikit.<br />
Penggembala tersebut menceritakan alasannya. “Baiklah,<br />
apakah singa itu menyukai sesuatu?” “Ya, Tuan; singa itu sangat<br />
menyukai seekor rusa betina.” “Bisakah engkau menangkap rusa<br />
betina tersebut?” “Bisa, Tuan.” “Baik, tangkaplah rusa betina itu,<br />
dan lumuri racun serta gula di sekujur tubuhnya, dan biarkan<br />
mengering. Tahan selama satu hingga dua hari, kemudian<br />
bebaskan dia. Dikarenakan rasa sayang singa kepadanya, singa<br />
akan menjilati rusa betina dengan lidahnya dan mati. Ambillah<br />
kulit, dengan cakar dan gigi serta lemaknya, dan bawakan<br />
kepadaku.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia<br />
memberikan racun yang mematikan kepada penggembala<br />
tersebut, dan mengirimnya pergi. Dengan bantuan sebuah jala<br />
yang ia buat sendiri, penggembala itu menangkap rusa betina<br />
tersebut, melakukan apa yang diperintahkan oleh Bodhisatta.<br />
Melihat rusa betina itu lagi, singa tersebut, dalam rasa<br />
cintanya yang besar kepada rusa betina itu, menjilatinya dengan<br />
lidahnya sehingga ia mati. Penggembala itu mengambil kulit<br />
singa dan bagian-bagian lainnya, membawakannya kepada<br />
Bodhisatta, yang berkata, “Rasa cinta kepada orang lain harus<br />
dihindari. Lihat bagaimana, dengan segala kekuatannya, raja dari<br />
semua hewan buas, singa, dikarenakan rasa cinta yang penuh<br />
531<br />
532