Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
wilayah di sekitar Pegunungan Himalaya untuk Bodhisatta.<br />
Bodhisatta menolak tawaran burung tersebut dengan<br />
mengatakan, jika ia membutuhkannya, ia tidak akan melupakan<br />
tawaran burung tersebut. Akhirnya Bodhisatta teringat untuk<br />
menguji raja tersebut. Ia menuju taman peristirahatan kerajaan.<br />
Pada hari kedatangannya, setelah berpakaian dengan cermat,<br />
memasuki kota untuk berpindapata. Pada saat yang sama, raja<br />
yang tidak tahu berterima kasih itu duduk dengan segala<br />
kemegahannya di punggung gajah kerajaan, mengelilingi kota<br />
dengan iring-iringan yang khidmat diikuti oleh satu rombongan<br />
besar. Setelah melihat Bodhisatta dari kejauhan, ia berpikir, “Itu<br />
dia petapa kurang ajar, datang untuk tinggal dan makan<br />
makanan saya. Saya akan memenggal kepalanya sebelum ia<br />
mengumumkan bantuan yang pernah ia berikan kepadaku ke<br />
seluruh dunia.” Dengan niat tersebut, ia memberi isyarat kepada<br />
pelayannya, dan saat mereka menanyakan apa yang ia inginkan,<br />
berkata, “Saya duga petapa kurang ajar yang berada di sana<br />
datang kemari untuk mendesak saya. Jaga agar pengganggu<br />
itu tidak mendekati saya, sergap dan ikat dia; [326] cambuk dia di<br />
setiap sudut jalan; kemudian giring ia ke luar kota dan penggal<br />
kepalanya di tempat hukuman mati, lalu pancangkan tubuhnya di<br />
kayu pancang.”<br />
Mematuhi perintah raja, para pelayannya mengikat<br />
makhluk agung yang tidak bersalah itu dan mencambuknya di<br />
setiap sudut jalan dalam perjalanan menuju ke tempat hukuman<br />
mati. Namun semua cambukan mereka gagal mengubah<br />
pendirian Bodhisatta ataupun memaksanya menjerit, “Oh, Ibu<br />
dan Ayah!” Ia hanya mengulangi syair berikut ini : —<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
Mereka mengetahui dunia ini, yang menyatakan<br />
Kebenaran ini —<br />
‘Penyelamatan lebih didapatkan dari sebatang kayu<br />
Daripada beberapa manusia.”<br />
Baris-baris syair ini ia ulangi setiap kali ia dicambuk,<br />
hingga akhirnya seorang yang bijaksana di antara para penonton<br />
bertanya kepada petapa tersebut bantuan apa yang telah ia<br />
berikan kepada raja mereka. Lalu Bodhisatta menceritakan<br />
keseluruhan kejadian itu, diakhiri dengan kata, “Tiba saatnya<br />
untuk menilai bahwa dengan menyelamatkannya dari arus air<br />
yang deras, saya membawa semua kesengsaraan ini kepada diri<br />
saya sendiri. Dan ketika saya berpikir bahwa saya tidak menuruti<br />
kata-kata bijak dari mereka yang lebih tua, saya mengucapkan<br />
apa yang telah kalian dengar.”<br />
Dipenuhi dengan kemarahan saat mendengar cerita<br />
tersebut, para bangsawan dan brahmana serta semua kelompok<br />
masyarakat dengan suara bulat berseru, “Raja yang tidak tahu<br />
berterima kasih itu tidak mengenali kebaikan orang baik ini, yang<br />
telah menyelamatkan nyawanya. Bagaimana kita bisa<br />
memperoleh keuntungan dari raja ini? Tangkap raja zalim itu!”<br />
Dalam kemarahan, mereka menyerbu raja tersebut dari segala<br />
penjuru, saat ia mengendarai gajahnya, dan membunuhnya di<br />
sana pada saat itu juga, dengan menggunakan panah, tombak,<br />
batu, alat pemukul, dan senjata-senjata lainnya yang mereka<br />
dapatkan. Mayat raja itu mereka seret dengan memegang<br />
kakinya menuju ke sebuah parit, lalu mereka lemparkan ke<br />
411<br />
412