Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
(Bambu Minum), dan menetap di Ketakavana dekat Kolam<br />
Naḷakapāna, di sekitar batang-batang rotan. Saat itu, setelah<br />
mandi di Kolam Naḷakapāna, para bhikkhu meminta para<br />
samanera mengambilkan potongan bambu untuk dijadikan<br />
wadah jarum 52 , namun mereka menemukan bahwa seluruh<br />
batang bambu itu berongga, mereka mencari Sang Guru dan<br />
bertanya, “Bhante, kami mengambil potongan bambu untuk<br />
dijadikan wadah jarum, namun potongan itu berongga dari atas<br />
hingga bawah. Bagaimana hal ini bisa terjadi?”<br />
“Para Bhikkhu,” kata Sang Guru, “demikianlah yang saya<br />
tetapkan di kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan katakata<br />
tersebut, Beliau menceritakan tentang kisah kelahiran<br />
lampau ini.<br />
____________________<br />
Dahulu kala, disampaikan pada kita, terdapat satu hutan<br />
belantara di tempat ini. Di dalam kolam ini, tinggallah seorang<br />
raksasa air yang melahap semua orang yang masuk ke dalam<br />
kolam. Di masa itu, Bodhisatta terlahir sebagai raja kera, dengan<br />
tubuh sebesar anak rusa merah. Ia tinggal di hutan sebagai<br />
pimpinan dari kawanan kera yang jumlahnya tidak kurang dari<br />
delapan puluh ribu ekor, yang ia lindungi dari semua mara<br />
bahaya. Demikian yang ia nasihatkan pada para pengikutnya: —<br />
“Teman-temanku, di hutan ini ada banyak pohon beracun dan<br />
kolam-kolam yang dihuni oleh para raksasa. Ingatlah untuk<br />
bertanya padaku sebelum kalian makan buah-buahan yang tidak<br />
pernah kalian makan sebelumnya, atau minum air di tempat yang<br />
52<br />
Di dalam Vinaya, (Cullav.V.11), Sang Buddha mengizinkan pemakaian wadah jarum yang<br />
terbuat dari bambu.<br />
125<br />
Suttapiṭaka Jātaka I<br />
tidak pernah kalian minum sebelumnya.” “Baik,” jawab mereka<br />
dengan sigap.<br />
Suatu hari, kawanan kera ini tiba di tempat yang tidak<br />
pernah mereka datangi sebelumnya. Saat sedang mencari air<br />
minum setelah melakukan pengembaraan sepanjang hari,<br />
mereka menemukan kolam ini. Namun mereka tidak langsung<br />
minum, melainkan duduk melihat Bodhisatta yang sedang<br />
mendekat ke arah mereka.<br />
Setelah tiba di sana, ia bertanya, “Baiklah, Temanteman,<br />
mengapa kalian tidak minum?”<br />
“Kami menunggu kedatanganmu.”<br />
“Bagus sekali, Teman-teman,” kata Bodhisatta.<br />
Kemudian ia mengitari danau itu, dan meneliti dengan cermat<br />
setiap jejak kaki yang ada di sekitar tempat itu. Hasilnya, ia<br />
menemukan bahwa semua jejak mengarah ke danau itu dan<br />
tidak ada satu pun jejak yang naik dari danau. “Tidak ada<br />
keraguan lagi,” ia berpikir, “ini adalah sarang raksasa.” Ia pun<br />
berkata kepada para pengikutnya, “Kalian benar, Temantemanku,<br />
dengan tidak minum air dari danau ini; danau ini dihuni<br />
oleh raksasa.”<br />
Raksasa yang menyadari mereka tidak akan masuk ke<br />
dalam wilayahnya, [171] mengubah bentuknya menjadi makhluk<br />
yang mengerikan, dengan perut berwarna biru, wajah putih serta<br />
tangan dan kaki yang berwarna merah terang. Dengan bentuk<br />
seperti itulah ia keluar dari danau dan berkata, “Mengapa kalian<br />
duduk di sini? Turunlah ke danau dan minum.” Bodhisatta<br />
berkata padanya, “Bukankah engkau raksasa yang menghuni<br />
danau ini?” “Ya,benar,” jawabnya. “Apakah engkau memangsa<br />
126