22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

berturut-turut ia dilahirkan menjadi yaksa, yang tidak pernah<br />

mendapatkan makanan yang cukup, hanya satu kali, saat ia<br />

menikmati sampah yang tersedia dalam jumlah yang berlimpah.<br />

Kemudian untuk lima ratus kali kelahiran berikutnya ia terlahir<br />

menjadi anjing, yang juga hanya pernah kenyang satu kali saja,<br />

yakni saat makan sejumlah nasi yang dimuntahkan; tidak ada<br />

kesempatan lainnya yang memungkinkan ia makan hingga<br />

kenyang. Saat berhenti terlahir sebagai anjing, ia terlahir di<br />

keluarga pengemis di sebuah desa di Kasi. Begitu ia lahir,<br />

keluarga itu menjadi semakin melarat, ia tidak pernah mendapatkan<br />

setengah bagian dari bubur kanji yang ia inginkan. Ia<br />

dipanggil Mittavindaka [239].<br />

Tidak mampu menahan rasa perih akibat lapar 93 yang<br />

menyerang, orang tuanya memukul dan mengusirnya pergi,<br />

sambil berteriak, “Pergilah, engkau anak sial!”<br />

Dalam perjalanannya, anak buangan ini sampai ke<br />

Benares, dimana saat itu Bodhisatta adalah seorang guru yang<br />

sangat terkenal di seluruh dunia, dengan lima ratus orang<br />

brahmana muda yang menerima pelajaran darinya. Di masa itu,<br />

para penduduk mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan<br />

seadanya kepada anak-anak miskin dan memberikan pendidikan<br />

kepada mereka secara gratis. Mittavindaka juga menjadi salah<br />

seorang siswa yang dibiayai melalui derma penduduk di bawah<br />

asuhan Bodhisatta. Namun, ia sangat liar dan keras kepala,<br />

selalu berkelahi dengan teman-temannya dan tidak mengindahkan<br />

teguran dari gurunya. Dengan demikian, sia-sialah biaya<br />

yang mereka bayarkan kepada Bodhisatta. Saat terlibat<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

pertengkaran dan tidak mau menerima teguran, anak itu<br />

melarikan diri dari sana, dan tiba di sebuah desa di pinggiran,<br />

tempat dimana ia menerima pekerjaan upahan untuk menghidupi<br />

dirinya. Kemudian ia menikah dengan seorang wanita miskin,<br />

dan mempunyai dua orang anak. Para penduduk desa kemudian<br />

membayarnya untuk mengajarkan ajaran yang benar dan<br />

menjelaskan apa yang palsu kepada mereka, mereka<br />

memberikan sebuah gubuk padanya di jalan masuk desa<br />

mereka. Namun, karena Mittavindaka tinggal bersama mereka,<br />

musuh kerajaan menyerang tempat itu sebanyak tujuh kali,<br />

tempat tinggal mereka mengalami kebakaran sebanyak tujuh kali<br />

dan tujuh kali juga persediaan air mengering.<br />

Mereka memikirkan hal tersebut dan setuju bahwa<br />

sebelum kedatangan Mittavindaka, hal-hal seperti itu tidak<br />

pernah terjadi. Sejak kehadirannya, keadaan mereka semakin<br />

memburuk. Maka mereka mengusirnya secara paksa dari desa,<br />

ia pun pergi dari tempat itu bersama keluarganya. Kemudian ia<br />

tiba di sebuah hutan yang ada penghuninya. Di sana, istri dan<br />

anak-anaknya dibunuh dan dimangsa oleh setan (amanussā).<br />

Setelah lari dari sana, ia berkelana hingga tiba di sebuah kapal<br />

yang akan memulai pelayarannya. Ia menerima pekerjaan<br />

sebagai awak kapal upahan di kapal tersebut. Kapal itu berlayar<br />

selama tujuh hari, dan pada hari ketujuh, kapal berhenti di tengah<br />

laut, seakan tersangkut di atas batu besar. Mereka kemudian<br />

melempar undian agar bisa terlepas dari kemalangan tersebut.<br />

Pengundian dilakukan sebanyak tujuh kali dan semuanya jatuh<br />

kepada Mittavindaka. Mereka memberikan sebuah rakit bambu<br />

93<br />

Baca chātakadukkham untuk Jātakadukkham Fausboll.<br />

253<br />

254

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!