22.11.2014 Views

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

Jataka Vol.I PDF - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

Saat itu Bodihsatta merupakan dewa pohon yang<br />

menetap di pohon mangga, ia mengetahui apa yang akan<br />

melewati tempat itu. “Bukan ayah maupun ibu, namun nafsu itu<br />

sendiri yang membinasakan rusa bodoh itu [155]. Nafsu diawali<br />

dengan kebahagiaan, namun selalu diakhiri dengan kesedihan<br />

dan penderitaan, — kehilangan yang sangat menyakitkan dan<br />

lima bentuk penderitaan dari kemelekatan dan kemarahan.<br />

Menyebabkan kematian bagi orang lain adalah tindakan yang<br />

sangat keji di dunia ini; nama buruk juga untuk tempat dimana<br />

seorang wanita berkuasa dan memerintah; dan nama buruk jika<br />

laki-laki menyerahkan dirinya di bawah kekuasaan wanita.”<br />

Bersamaan itu, saat makhluk dewata lainnya yang berada di<br />

hutan itu bertepuk tangan dan mempersembahkan wewangian,<br />

bunga dan sejenisnya dengan penuh penghormatan, Bodhisatta<br />

merangkai ketiga keburukan itu dalam satu syair tunggal, dan<br />

menggaungkan suaranya yang merdu di hutan itu, saat mengajarkan<br />

kebenaran dalam bait-bait berikut ini :<br />

Betapa buruknya panah cinta yang membuat laki-laki<br />

menderita!<br />

Betapa buruknya tempat dimana wanita memegang<br />

puncak pimpinan,<br />

Betapa buruknya si dungu yang membungkuk pada<br />

kekuasaan wanita!<br />

Di dalam satu syair tunggal itu, terdapat tiga keburukan<br />

yang diulang oleh Bodhisatta, hutan menggemakan kembali apa<br />

Suttapiṭaka Jātaka I<br />

yang diajarkannya tentang Kebenaran dengan penuh keunggulan<br />

dan keagungan dari seorang Buddha [156].<br />

____________________<br />

Saat ajaran-Nya berakhir, Sang Guru membabarkan<br />

Empat Kebenaran Mulia, dimana pada akhir khotbah, bhikkhu<br />

yang tadinya menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna.<br />

Setelah menyampaikan kisah tersebut, Sang Guru<br />

mempertautkan kedua kisah dan menjelaskan tentang kelahiran<br />

tersebut.<br />

(Mulai sekarang, kita akan menghilangkan kata ‘setelah<br />

menceritakan kedua kisah itu’ dan hanya berkata ‘menunjukkan<br />

hubungan, dan seterusnya’, kata-kata yang hilang akan<br />

dilengkapi seperti sebelumnya.)<br />

“Pada waktu itu,” kata Sang Guru, “bhikkhu yang<br />

menyesal itu adalah rusa jantan itu, istrinya saat ia masih<br />

merupakan perumah-tangga adalah rusa betina itu, dan Saya<br />

sendiri adalah dewa pohon yang membabarkan Kebenaran untuk<br />

menunjukkan keburukan dari nafsu (kesenangan indriawi).”<br />

[Catatan : Lihat hal.330 dari Pañca-Tantra karya Benfey]<br />

No.14.<br />

VĀTAMIGA-JĀTAKA<br />

“Tidak ada hal yang lebih buruk,” dan seterusnya. Kisah<br />

ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,<br />

99<br />

100

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!